MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS III
“ASUHAN
KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN BIOLOGIS“
Oleh:
Kelompok 3 ( S1-3A )
1. Dyanti
Ayu Candra Lestari (101.0029)
2. Ghora
Kertapati (101.0047)
3. Meylisa
Kusuma Dewi (101.0071)
4. Prakoda
Bagus Suparhat (101.0085)
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2013
KATA
PENGANTAR
Dengan nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Komunitas III
yang membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Biologis”.
Dalam menyusun
makalah ini, penulis menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki sangat
terbatas, akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna bagi mahasiswa yang membaca
makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis sendiri pada khususnya.
Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.
Akhirnya penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
Surabaya,
15 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI
................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
.......................................................................................................
1.2
Tujuan Penulisan ....................................................................................................
1.3
Manfaat Penulisan ..................................................................................................
BAB
2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lanjut Usia
............................................................................................
2.2 Ciri-ciri Lanjut Usia ................................................................................................
2.3 Teori
Proses Menua ................................................................................................
2.4 Perubahan Biologis
Pada Lansia .............................................................................
2.5
Penyakit-penyakit Pada Lansia ...............................................................................
2.6 Diagnosa
Keperawatan Yang Sering Muncul .........................................................
2.7 Rencana
Keperawatan ............................................................................................
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.............................................................................................................
3.2 Saran
......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
|
i
ii
1
2
3
4
6
7
9
16
24
25
30
30
31
|
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang
kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka
kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa
Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia
(lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu
tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi
25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu
berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di
bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the
Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025
mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia
harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS)
1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan
wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia
rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah
Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan
lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih
produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan..
Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang
DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia
lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan
kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu
menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi
lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen
populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan
bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan
keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu
keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai
berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa
Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing (=gerontic nursing) dan
geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan.
Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas
memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di
Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun
penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan
perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita
lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai
masalah psikologik maupun sosial.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
a.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Komunitas III
b.
Agar mahasiswa mampu memahami
gangguan-gangguan biologis yang terjadi pada lansia.
c. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan
pada Lansia dengan Gangguan Biologis.
1.2.2
Tujuan Khusus
a.
Mengenal masalah kesehatan lansia.
b.
Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi
masalah kesehatan pada lansia.
c.
Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang
tepat kepada lansia.
d.
Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga
(fisik, psikis, sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.
e.
Memanfaatkan sumber daya yang ada di
masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Mahasiswa dapat mengenal masalah
kesehatan yang muncul pada lansia.
b.
Mahasiswa dapat memberikan tindakan
perawatan yang tepat terhadap lansia.
c.
Mahasiswa memiliki gambaran tentang
proses perawatan terhadap lansia.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia,
merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan
dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan
penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca
indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas
orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan
merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai
sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya
kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup
berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa
orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965
adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia
diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima
sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri
dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas
90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia
60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan
terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari
proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995)
masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan
manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak
memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang
homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia
lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi
manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan
untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara kepasrahan yang
pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi
terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses
kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat
ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis
merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai
aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia
kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena
informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data
kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan
bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang
berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983)
berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang
mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya
tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan
timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
2.2
Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa
ciri-ciri orang lanjut usia,yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode
kemunduran
Kemunduran
pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat
apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang
kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status
kelompok minoritas
Lansia
memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang
tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada
mendengarkan pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan
peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan
yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi
buruk.
2.3 Teori Proses Menua
Proses
menua bersifat individual:
1. Tahap proses menua terjadi pada
orang dengan usia berbeda.
2. Setiap lanjut usia mempunyai
kebiasaan yang berbeda.
3. Tidak ada satu faktor pun yang
ditemukan dapat mencegah proses menua.
Teori
Biologis
Teori
genetic clock. Teori ini merupakan teori intrinsic
yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen
dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.
Teori
mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim.
Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994;
Constantinides, 1994).
Teori
Nongenetik
Teori
penurunan sistem imun tubuh (auto-immune
theory). Mutasi
yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang
mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan auto-imun.
Teori
kerusakan akibat radikal bebas (free
radical theory). Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan
di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil
karena mempunyai electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau
perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein.
Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi
sel. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor,
asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
Teori
menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan,
bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memperpendek umur (Bahri dan Alem, 1989; Boedhi Darmojo, 1999).
Teori
rantai silang (cross link theory). Teori
ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah
fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya
fungsi pada proses menua.
Teori
Fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri
atas teori oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel tubuh lelah dipakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kstabilan lingkungan eksternal).
2.4
Perubahan Biologis Pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan fisik yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:
a. Sel
1. Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.
2. Ukuran sel lebih besar.
3. Berkurangnya cairan tubuh dan cairan
intra seluler.
4. Menurunnya proporsi protein di otak,
otot, ginjal, dan hati.
5. Jumlah sel otak menurun.
6. Terganggunya mekanisme perbaikan
sel.
7. Otak menjadi atrofi, beratnya
berkurang 5-10%.
8. Lekukan otak akan menjadi lebih
dangkal dan melebar.
b. Sistem Respirasi
1. Otot pernafasan mengalami kelemahan
akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.
2. Aktivitas silia menurun.
3. Paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun.
4. Ukuran alveoli melebar (membesar
secara progresif) dan jumlah berkurang.
5. Berkurangnya elastisitas bronkus.
6. Oksigen pada arteri menurun menjadi
75 mmHg.
7. Karbondioksida pada arteri tidak
berganti. Pertukaran gas terganggu.
8. Refleks dan kemampuan untuk batuk
berkurang.
9. Sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun.
10. Sering terjadi emfisema senilis.
11. Kemampuan pegas dinding dada dan
kekuatan otot pernafasan menurun seiring pertambahan usia.
c. Sistem Kardiovaskuler
1. Katup jantung menebal dan menjadi
kaku.
2. Elastisitas dinding aorta menurun
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan
volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal= 200-umur)
4. Curah jantung menurun.
5. Kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).
6. Kinerja jantung lebih rentan
terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
7. Tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistol normal ±170 mmHg,
diastol normal ± 95 mmHg.
d. Sistem Persarafan
1. Respon menjadi lambat dan hubungan
antara persyarafan menurun.
2. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf
otak setiap orang berkurang setiap harinya).
3. Mengecilnya saraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan
tubuh terhadap dingin rendah.
4. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
5. Defisit memori.
e. Sistem Pencernaan
1. Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang
buruk.
2. Indra pengecap menurun, adanya
iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya
sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam, dan pahit.
3. Esofagus melebar.
4. Rasa lapar menurun (sensitivitas
lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun.
5. Peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi.
6. Fungsi absorbsi melemah (daya
absorbsi terganggu, terutama karbohidrat).
7. Hati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
f. Sistem Genitourinaria
1. Ginjal merupakan alat untuk
mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal,
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya
di gromerulus). Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan
mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1),
BUN (blood urea nitrogen) meningkat
sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Keseimbangan
elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular filtration rate (GFR) atau
klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah yang
difiltrasi oleh ginjal berkurang.
2. Vesika urinaria. Otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil
meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
mengakibatkan retensi urine meningkat.
3. Pembesaran prostat. Kurang lebih 75%
dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
g. Sistem Muskuloskeletal
1. Tulang kehilangan densitas (cairan)
dan semakin rapuh.
2. Gangguan tulang, yakni mudah
mengalami demineralisasi.
3. Kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis dan
fraktur meningkat pada area tulang tersebut.
4. Kartilago yang meliputi permukaan
sendi tulang penyangga rusak dan aus.
5. Kifosis.
6. Gerakan pinggang, lutut dan
jari-jari pergelangan terbatas.
7. Gangguan gaya berjalan.
8. Kekakuan jaringan penghubung.
9. Diskus intervertebralis menipis dan
menjadi pendek (tingginya berkurang).
10. Persensian membesar dan menjadi kaku.
11. Tendon mengerut dan mengalami
sklerosis.
12. Atrofi serabut otot, serabut otot
mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor
(perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami).
13. Komposisi otot berubah sepanjang
waktu (myofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan jaringan parut).
14. Aliran darah ke otot berkurang
sejalan dengan proses menua.
15. Otot polos tidak begitu berpengaruh.
h. Sistem Penglihatan
1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan
respons terhadap sinar menghilang.
2. Kornea lebih berbentuk sferis
(bola).
3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
4. Meningkatnya ambang, pengamatan
sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam
gelap.
5. Penurunan/hilangnya daya akomodasi,
dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi
berkurangnya elastisitas lensa.
6. Lapang pandang menurun: luas
pandangan berkurang.
7. Daya membedakan warna menurun,
terutama warna biru atau hijau pada skala.
i. Sistem Pendengaran
1. Gangguan pendengaran. Hilangnya daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
di atas umur 65 tahun.
2. Membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis.
3. Terjadi pengumpulan serumen, dapat
mengeras karena meningkatnya keratin.
4. Fungsi pendengaran semakin menurun
pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/stress.
5. Tinitus (bising yang bersifat
mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus atau
intermitten).
6. Vertigo (perasaan tidak stabil yang
terasa seperti bergoyang atau berputar).
j. Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus
dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu.
Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering
ditemukan antara lain:
1. Temperatur tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologis ±350C ini akibat metabolisme yang
menurun.
2. Pada kondisi ini, lanjut usia akan
merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
3. Keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas
otot.
k. Sistem Reproduksi
Wanita
1. Vagina mengalami kontraktur dan
mengecil.
2. Ovarium menciut, uterus mengalami
atrofi.
3. Atrofi payudara.
4. Atrofi vulva.
5. Selaput lender vagina menurun,
permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi
perubahan warna.
Pria
1. Testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur.
2. Dorongan seksual menetap sampai usia
di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik.
l. Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar
buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan
sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme
organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah:
1. Estrogen, progesterone, dan
testosterone yang memelihara alat reproduksi dan gairah seks. Hormon ini
mengalami penurunan.
2. Kelenjar pankreas (yang memproduksi
insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula darah).
3. Kelenjar adrenal/anak ginjal yang
memproduksi adrenalin. Kelenjar yang berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah
satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ
tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh
darah. Kegiatan kelenjar adrenal ini berkurang pada lanjut usia.
4. Produksi hampir semua hormon
menurun.
5. Fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah.
6. Hipofisis: pertumbuhan hormon ada,
tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurangnya produksi
ACTH, TSH, FSH, dan LH.
7. Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya
pertukaran zat menurun.
8. Produksi aldosteron menurun.
9. Sekresi hormon kelamin, misalnya
progesterone, estrogen, dan testosterone menurun.
m. Sistem Integumen
1. Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat
kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit cenderung kusam,
kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran
dan bentuk sel epidermis).
3. Timbul bercak pigmentasi akibat
proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak
berbintik-bintik atau noda cokelat.
4. Terjadi perubahan pada daerah
sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit
menipis.
5. Respons terhadap trauma menurun.
6. Mekanisme proteksi kulit menurun:
produksi serum menurun, produksi vitamin D menurun, pigmentasi kulit terganggu.
7. Kulit kepala dan rambut menipis dan
berwarna kelabu.
8. Rambut dalam hidung dan telinga
menebal.
9. Berkurangnya elastisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi.
10. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
11. Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
12. Kuku menjadi pudar, kurang
bercahaya.
13. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan
dan seperti tanduk.
14. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat
berkurang.
2.5
Penyakit-Penyakit Pada Lansia
1.
Sistem
Pernapasan
a. Emfisema
Emfisema dapat didefinisikan sebagai
suatu perubahan struktur paru-paru dalam bentuk pelebaran saluran napas di
ujung akhir bronkus disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Penyakit ini
termasuk dalam penyakit paru obstruktif kronik yang menimbulkan kesulitan
pengeluaran udara pernapasan. Penyakit ini bersifat progresif dan biasanya
diawali dengan sesak napas. Gejala emfisema dapat berupa batuk yang disertai
dahak berwarna putih atau mukoid, dan jika terdapat infeksi, sputum tersebut
menjadi purulen. Badan terlihat lelah, nafsu makan berkurang, dan berat badan
pasien menurun.
b. Asma
Asma adalah penyakit inflamasi
kronis saluran pernapasan yang menyebabkan hiperresponsivitas jalan napas.
Penyakit asma ditandai dengan 3 hal, antara lain penyempitan saluran napas,
pembengkakan, dan sekresi lendir yang berlebih di saluran napas. Secara umum
gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi wheezing, yang biasanya timbul secara
episodic pada pagi hari menjelang waktu subuh karena pengaruh keseimbangan
hormone kortisol yang kadarnya rendah saat pagi hari dan berbagai faktor
lainnya.
c. Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu
masalah kesehatan yang penting pada lansia. Penyakit ini menduduki peringkat
keempat penyebab kematian dan infeksi paru dan sering merupakan penyakit
terminal yang dialami lansia. Pneumonia pada lansia dapat bersifat akut atau
kronis. Gejala pneumonia bermacam-macam bergantung pada kondisi tubuh dan jenis
kuman penyebab infeksi. Beberapa tanda dan gejala pneumonia meliputi demam,
batuk, napas pendek, berkeringat, menggigil, dada terasa berat dan nyeri saat
bernapas (pleuritis), nyeri kepala, nyeri otot dan lesu. Pada lansia, gejala
dan tanda-tanda ini lebih ringan, bahkan suhu tubuh dapat lebih rendah dari
nilai normal.
d. Bronkitis
Bronkitis merupakan peradangan
membran mukosa yang melapisi bronkus dan/atau bronkiolus, yaitu jalan napas
dari trakea ke paru-paru. Bronkitis dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut
dan kronis. Bronkitis akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum,
terdiri atas mucus yang diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis
merupakan satu dari penyakit paru obstruktif kronis dengan batuk produktif yang
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih setiap tahunnya selama 2 tahun.
2.
Sistem
Kardiovaskuler
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika
seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak
(akut). Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak menurun)
merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal
jantung, gagal ginjal, dan aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah
relative kecil, hal tersebut dapat menurunkan angka harapan hidup. Biasanya
penyakit ini tidak memperlihatkan gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan
nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas atau
telinga mendenging.
b. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika
bekuan darah menutup aliran darah di arteri coronaria, yaitu pembuluh darah
yang menyalurkan makanan ke otot jantung. Penghentian suplai darah ke jantung
akan merusak atau mematikan sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang sering
muncul pada serangan jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri
yang menusuk di dada dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri tersebut juga
dapat menjalar dari dada ke bahu, lengan, punggung dan bahkan dapat juga ke
gigi dan rahang. Episode ini dapat semakin sering dan semakin lama.
Kadang-kadang, gejala yang timbul berupa sesak napas, berkeringat (dingin),
rasa cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada perempuan, gejala-gejala
tersebut dirasa kurang menonjol. Namun, gejala tambahan dapat timbul, berupa nyeri
perut seperti terbakar, kulit dingin, pusing, rasa ringan di kepala, dan
terkadang disertai rasa lesu yang luar biasa tanpa sebab yang jelas.
c. Gagal Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada
umur 65 tahun atau lebih, dan insiden meningkat pada lansia yang berumur lebih
dari 70 tahun. Keadaan ini merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah
sesuai kebutuhan fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia
semakin bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya
disebabkan hipertensi arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang akhirnya
menyebabkan gagal jantung atau terjadi akibat PJK. Hipertensi dan PJK juga
mengganggu curah jantung. Kelainan katup menyebabkan gangguan ejeksi,
pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal jantung.
3.
Sistem
Persarafan
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit ini merupakan bagian dari
demensia. 50-60% demensia ditimbulkan penyakit Alzheimer. Istilah demensia
digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala penurunan daya ingat
dan kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami kemunduran fungsi
intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3 dari
5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat,
melihat, emosi, dan memahami.
b. Stroke
Stroke
terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau jika pembuluh darah
di otak pecah sehingga darah mengalir keluar ke jaringan otak disekitarnya.
Sel-sel otak akan mati jika tidak mendapatkan oksigen dan makanan atau akan
mati akibat perdarahan yang menekan jaringan otak sekitar. Stroke dapat dibagi
atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Yang pertama
terjadi akibat penyumbatan aliran darah sedangkan yang kedua karena pecahnya
pembuluh darah. Delapan puluh persen kasus stroke disebabkan oleh iskemia dan
sisanya akibat perdarahan.
c. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu
penyakit saraf dengan gejala utama berupa tremor, kekakuan otot, dan postur tubuh
yang tidak stabil. Penyakit ini terjadi akibat sel saraf (neuron) yang mengatur
gerakan mengalami kematian. Ciri penyakit Parkinson merupakan kelompok gejala
yang tergabung dalam kelainan gerakan. Empat gejala utama Parkinson adalah
tremor atau gemetar di tangan, lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot
atau ekstremitas; bradikinesia, atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang
tidak stabil atau gangguan keseimbangan. Gejala biasanya timbul secara perlahan
dan semakin lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal, pasien tidak dapat
berjalan, berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang sederhana.
Penyakit ini bersifat menahun, progresif, tidak menular, dan tidak diturunkan.
4.
Sistem
Pencernaan
a. Inkontinensia Alvi
Keadaan
ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam mengeluarkan tinja, yaitu pasien
mengeluarkan tinja tidak pada waktunya, tidak dapat menahannya atau terjadi
kebocoran produk ekskresi tersebut. Mereka dengan keluhan ini dalam pergaulan
merasa tersisihkan dan rendah diri yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan
jiwa.
b. Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi
feses yang cair, terkadang terdapat ampas dan lendir. Hal ini terjadi karena
fungsi fisiologis sistem pencernaan lansia yang sudah mulai menurun dan juga
disebabkan oleh bakteri dan faktor psikologis.
5.
Sistem
Perkemihan
a. Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi
ginjal dalam membuang cairan dan ampas darah ke luar tubuh. Jika ginjal tidak
mampu menyaring darah, cairan dan ampas tersebut akan menumpuk dalam tubuh.
Keadaan ini dapat pulih kembali dan jika kondisi pasien cukup baik fungsi
ginjal dapat kembali normal dalam beberapa minggu, misalnya akibat penyakit
kronis seperti PJK, stroke, infeksi berat ataupun penyakit penyerta lainnya.
Tanda dan gejalanya dapat berupa penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun
sesekali pengeluaran masih dapat terjadi, retensi air yang dapat menimbulkan
edema tungkai, mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau koma pada
kasus berat, dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien tidak
memperhatikan tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada keluhan penyakit
penyerta.
b. Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang
lambat dengan tanda/gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari
timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25%. Penyebabnya
adalah diabetes dan hipertensi. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat
diketahui adalah hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas,
anemia, mual dan muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab
yang jelas, penurunan daya ingat, kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit
kekuningan, dan rasa gatal.
c. BPH (Benign Prostat
Hiperplasia/Hipertropi)
BPH adalah pembesaran jinak
kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua
komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan
fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Gejala
klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu penyempitan uretra yang menyebabkan
kesulitan berkemih dan Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan
dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Gejala klinik
dapat berupa frekuensi berkemih bertambah, berkemih pada malam hari, kesulitan
dalam hal memulai dan menghentikan berkemih, air kemih masih tetap menetes
setelah selesai berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
d. Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara
spontan pada sembarang waktu di luar kehendak. Keadaan ini umum dijumpai pada
lansia. Dari segi medis, inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus dekubitus,
infeksi saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
6.
Sistem
Muskuloskeletal
a. Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku
biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur, dan sendi terasa nyeri jika
digerakkan, tetapi dapat menghilang beberapa saat setelah digerak-gerakan. Rasa
nyeri dan kaku dapat timbul secara bergantian selama beberapa bulan atau tahun.
Peradangan ini paling bersifat asimetris. Osteoartritis terjadi akibat ausnya
sendi, yang merusak tulang rawan pada lapisan terluar sendi karena penggunaan
sendi yang berulang-ulang. Tulang yang berdekatan akan saling bergeser sehingga
menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini biasanya mengenai daerah lutut dan
punggung.
b. Artritis rheumatoid (arthritis
simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi
hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang kaku merupakan tanda awal
penyakit ini. Peradangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan yang
semakin berat. Pembengkakan sendi pada beberapa bagian tubuh seperti tangan,
kaki, siku, pergelangan kanan-kiri yang terpapar secara simetris juga
dimasukkan dalam criteria arthritis rheumatoid.
c. Ankylosing
spondylitis
Penyakit ini paling sering mengenai
tulang belakang atau bagian lain, seperti bahu, tangan, dan kaki, biasanya
secara asimetris.
d. Psoriatic
arthritis
Hingga 30% pengidap psoriasis juga
akan mengalami psoriatic arthritis.
Kelainan ini biasanya bersifat asimetris, tetapi juga dapat timbul secara
simetris, menyerupai arthritis rheumatoid.
e. Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan
nyeri yang cukup hebat dengan terjadinya penumpukan asam urat di sendi-sendi.
Keadaan ini biasanya pertama kali mengenai ibu jari kaki sampai berwarna
kemerahan dan bengkak, tetapi juga dapat mengenai sendi lainnya. Rasa nyeri
tersebut dapat cepat berkembang.
f. Artritis pada lupus
Artritis dapat terjadi pada lupus
eritematosus, yaitu penyakit peradangan kronis jaringan ikat yang terjadi
karena sistem imunitas tubuh menyerang jaringan atau organ pasien sendiri.
Inflamasi terlihat pada berbagai sistem tubuh yang berbeda, mencakup sendi,
kulit, ginjal, sel darah, jantung, dan paru.
g. Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai
berdasarkan derajat ketidakmampuan pergerakan yang ditimbulkannya. Bagi
seseorang dengan fisik yang aktif, gangguan arthritis ringan sudah dianggap
sebagai suatu bencana.
h. Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang
yang keropos, rapuh, atau mudah patah. Penyebabnya adalah perubahan kadar
hormon, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan/atau kurangnya aktivitas fisik.
Osteoporosis merupakan penyebab utama fraktur orang dewasa terutama pada kaum
perempuan.
7.
Sistem
Penglihatan
a. Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan
dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata. Katarak yang tidak mendapatkan
penanganan dapat menyebabkan glaucoma fakomorfik. Lensa mata yang menua pada
katarak dengan zonula siliaris yang lemah dapat tergeser ke depan atau ke
belakang sehingga persepsi cahaya yang memasuki mata menjadi terganggu dan
mengaburkan penglihatan seseorang. Katarak pada lansia ditandai dengan kekeruhan
lensa mata, pembengkakan lensa yang berakhir dengan pengerutan dan kehilangan
sifat transparansinya. Pada keadaan lain katarak akibat usia lanjut ini, kapsul
lensa akan mencair membentuk cairan kental putih yang menimbulkan peradangan
hebat jika kapsul lensa mengalami rupture dan cairan tersebut keluar, yang
disebut katarak Morgagni.
8.
Sistem
Pendengaran
a. Presbiakusis
Presbiakusis merupakan istilah
kedokteran untuk gangguan pendengaran pada lansia. Keadaan ini biasanya terjadi
pada usia 55 tahun atau lebih. Penyebab gangguan pendengaran lainnya pada orang
berusia tua antara lain karena infeksi atau kerusakan di telinga dalam.
Kemunduran pendengaran ini muncul bertahap dalam beberapa tahun, yang mungkin
tidak disadari pada awalnya. Gangguan tersebut baru diketahui ketika pasien
mengalami kesulitan mendengar suara orang menelepon atau mengikuti pembicaraan
pada kumpulan orang ramai. Teman atau anggota family dapat terkejut karena
pasien menyetel televisi terlalu keras atau meminta pengulangan pertanyaan
berkali-kali. Gangguan pendengaran ini dapat menimbulkan keterasingan dan
ketidakmampuan mendengar tanda bahaya.
9.
Sistem
Endokrin
a. Diabetes
Seseorang disebut mengidap diabetes
jika terdapat kenaikan kadar gula darah yang menetap. Penyakit ini terjadi pada
segala umur, walaupun umumnya lebih sering dijumpai pada lansia sebagai suatu
penyakit kronis, yaitu sekitar 18% pada kelompok individu berumur 65 tahun dan
25% di atas 85 tahun. Umumnya terdapat 5 tanda gejala awal, yaitu peningkatan
frekuensi berkemih, rasa haus, bertambahnya nafsu makan, infeksi atau luka yang
sukar sembuh, dan lesu. Kadang-kadang gejala terawal berupa penglihatan yang
kabur.
10. Sistem Reproduksi
a. Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi berarti kegagalan
terjadinya dan ketidakmampuan mempertahankan ereksi pada 50% usaha penetrasi
pada persetubuhan. Disfungsi ereksi dapat terjadi dari waktu ke waktu pada
berbagai tingkat umur setelah dewasa. Walaupun insiden disfungsi ereksi
meningkat seiring pertambahan usia, prevalensinya mencapai sekitar 52% pada
umur antara 40-70 tahun dan meningkat pada orang yang lebih tua, yaitu hampir
mencapai 95% pada pria berumur >70 tahun, terutama dengan penyakit penyerta
seperti diabetes. Disfungsi ereksi dapat timbul akibat gangguan vascular,
neurogenik, endokrin, kelainan struktur penis, efek samping obat, dan stress
psikologis.
2.6
Diagnosa Keperawatan Yang Sering
Muncul
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul
dalam penatalaksanaan untuk menanggulangi gangguan biologis pada lansia:
1.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan napas.
2.
Ketidakefektifan
pola napas b.d. edema paru, bronkokontriksi.
3.
Gangguan
pertukaran gas b.d. kerusakan alveolus.
4.
Nyeri
akut b.d. peningkatan tekanan vascular serebral.
5.
Inkontinensia
alvi/urine b.d. menurunnya fungsi fisiologis otot-otot sfingter karena penuaan.
6.
Kelebihan
volume cairan b.d. kerusakan fungsi ginjal.
7.
Defisit
volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan karena diare.
8. Nyeri
akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi
jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
9.
Konstipasi
b.d. imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus).
10. Kerusakan mobilitas fisik b.d.
nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban berat badan, deformitas
skeletal.
11. Gangguan citra tubuh b.d. perubahan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau
ketidakseimbangan mobilitas.
12. Kerusakan integritas kulit b.d.
imobilisasi/tirah baring yang lama.
13. Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang,
kekuatan tulang yang berkurang.
14. Defisit perawatan diri b.d.
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak
atau depresi.
15. Gangguan pola tidur b.d. nyeri,
fibrosistis.
16. Kurang pengetahuan tentang proses
penyakit, prognosis, dan pengobatan akibat kurang mengingat, kesalahan
interpretasi informasi.
17. Ansietas b.d. kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
18. Risiko cidera b.d. kerusakan
penglihatan, kesulitan keseimbangan.
19. Nyeri b.d. trauma, peningkatan TIO,
inflamasi intervensi bedah.
20. Peningkatan kadar gula darah b.d.
kerusakan insulin.
21. Risiko tinggi infeksi b.d. perawatan
luka gangren yang tidak adekuat.
22. Gangguan perfusi jaringan b.d.
penurunan suplai darah ke daerah perifer.
23. Gangguan pola seksual b.d. nyeri,
kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi.
24. Ketidakberdayaan b.d. perubahan
fisik dan psikologis akibat penyakit.
2.7 Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa
diberikan untuk beberapa diganosa keperawatan di atas:
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan napas.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan bersihan jalan napas klien efektif dengan kriteria
hasil:
a. Klien menyatakan perasaan lega.
b. Keluarnya sputum/sekret.
c. Klien mampu melakukan batuk efektif
dan menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Keperawatan:
a.
Bina
Hubungan Saling Percaya
R/ Terjadi
keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
b.
Jelaskan
pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan
yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana
teraupetik.
c.
Ajarkan
pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
d.
Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
e.
Lakukan
pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan
frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
f.
Tahan
napas selama 3-5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua
, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan
volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
g.
Auskultasi
paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk pasien.
h.
Ajarkan
pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan
dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
i.
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan
rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
j.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)
Pemberian
expectoran.
2)
Pemberian
antibiotika.
3) Konsul photo toraks
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi perbaikan kondisi pasien atas pengembangan parunya.
2. Nyeri
akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi
jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil:
a. Klien menyatakan perasaan nyaman.
b. Klien menunjukkan raut wajah lega.
c. Klien menyatakan skala nyeri berkurang.
Rencana Keperawatan:
a. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri,
serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor yang mempercepat, dan respon
rasa sakit nonverbal.
R/ Membantu dalam menentukan
kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.
b. Berikan matras/kasur keras, bantal.
Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ Matras yang empuk/lembut, bantal
yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan
stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada
sendi yang nyeri.
c. Biarkan klien mengambil posisi yang
nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur
sesuai indikasi.
R/ Pada penyakit yang
berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau
cidera.
d. Tempatkan atau pantau penggunaan
bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang
sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan
nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang
mobilitas/fungsi sendi.
e. Anjurkan klien untuk sering merubah
posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di
atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan
umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pasa
sendi.
f. Anjurkan klien untuk mandi air
hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Meningkatkan relaksasi otot dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
g. Berikan masase yang lembut.
R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi
tegangan otot.
h. Dorong penggunaan teknik manajemen
stress, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi,
pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi,
memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
i.
Libatkan
dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
R/ Memfokuskan kembali perhatian,
memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
j.
Beri
obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai dengan
petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi,
mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
3. Risiko
cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan klien tidak mengalami fraktur baru dengan kriteria
hasil:
a. Mempertahankan postur tubuh yang
bagus.
b. Mempergunakan mekanika tubuh yang
baik.
c. Mengonsumsi diet seimbang tinggi
kalsium dan vitamin D.
d. Rajin menjalankan latihan pembebanan
berat badan.
e. Istirahat dengan berbaring beberapa
kali sehari.
f. Berpartisipasi dalam aktivitas di
luar rumah.
g. Menciptakan lingkungan rumah yang
nyaman.
Rencana Keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya.
R/ Terjadi
keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
b. Dorong klien untuk latihan
memperkuat otot, mencegah atrofi, dan menghambat demineralisasi tulang
progresif.
R/ Latihan fisik setiap hari, misal:
berjalan kaki, olahraga ringan dapat menjaga kekuatan dan kepadatan tulang.
c. Latihan isometrik, untuk memperkuat
otot batang tubuh.
R/ Terapi diperlukan untuk
mempertahankan fungsi otot.
d. Jelaskan kepada klien pentingnya
menghindari membungkuk mendadak, melenggok, dan mengangkat beban lama.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan
umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pasa
sendi.
e. Berikan informasi bahwa aktivitas di
luar rumah penting untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.
R/ Vitamin D dapat membantu tulang
untuk mengabsorbsi kalsium yang berguna untuk menjaga kepadatan tulang.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor
yang saling berkaitan. Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun
secara kualitatif dan kuantitatif, dan ini sudah dimulai sejak usia 30 tahun.
Telah diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada lansia dengan
pencegahan dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia
dengan olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses
alamiah, tetapi tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia
tua. Hal ini sesuai dengan slogan Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to
life but life into years, yang artinya usia panjang tidaklah ada artinya
bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai kualitas
hidup yang baik.
3.2
Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan biologis.
2. Proses
penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan
sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan
pendekatan-pendekatan melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta
lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang baik dalam memberikan asuhan
keperawatan gerontik.
3. Perawat
sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien
dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan
pendidikan kesehatan sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3.
Jakarta: EGC.
Lukman dan
Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho,
Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Pudjiastuti,
Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta:
EGC.
Agoes,
Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar