MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS III
“ASUHAN
KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN PSIKOSOSIAL“
Oleh:
Kelompok 4 ( S1-3A )
1. Dwi
Adi W. (101.0027)
2. Ika
Mahardini (101.0051)
3. Regent
Wirabudianto (101.0091)
4. Yanis
Citra K. (101.0117)
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2013
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses
menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Semakin
baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup
masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang
berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan
pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan
yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut
karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Usia lansia
bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga
permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja.
Lansia sebagai tahap
akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang
tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami
gangguan mental seperti depresi. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi
secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan
bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan kondisi fisik
2. Penurunan fungsi dan potensi
seksual
3. Perubahan aspek psikososial
4. Perubahan yang berkaitan dengan
pekcrjaan
5. Perubahan dalam peran sosial di
masyarakat
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
a.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Komunitas III
b.
Agar mahasiswa mampu memahami
gangguan-gangguan psikososial yang terjadi pada lansia.
c. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan
pada Lansia dengan Gangguan Psikososial.
1.2.2
Tujuan Khusus
a.
Mengenal masalah kesehatan lansia.
b.
Memutuskan tindakan yang tepat untuk
mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c.
Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang
tepat kepada lansia.
d.
Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga
(fisik, psikis, sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.
e.
Memanfaatkan sumber daya yang ada di
masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan
yang muncul pada lansia.
b.
Mahasiswa dapat memberikan tindakan
perawatan yang tepat terhadap lansia.
c.
Mahasiswa memiliki gambaran tentang
proses perawatan terhadap lansia.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Pengertian Lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya
kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup
berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa
orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia
(lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan
menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut
adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4,
yaitu:
1.
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2.
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3.
Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4.
Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut
usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk
lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek
yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk
lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak
orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,
seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial,
penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat,
penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini
dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh
terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin
menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial
yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret
1997).
Menurut Bernice
Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode
ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,
masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan
ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang
yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia
lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi
manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan
untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara kepasrahan yang
pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi
terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses
kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk
mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut
Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan
umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling
mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk
diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai
sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut
Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan
dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai
penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55
sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada
tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan
berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan
dalam hidupnya.
2.2
Konsep Dasar Psikososial lansia
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya
integritas diri yang utuh. Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat
lansia berusaha menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut
pandangnya. Lansia yang tidak mencapai integritas diriakan merasa putus asa dan
menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna. Sedangkan menurut Erikson yang
dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan yang
meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas yang utuh.
2.3 Teori Proses Menua
Teori Sosiologi
Teori sosiologi
merupakan teori yang berhubungan dengan status hubungan sosial. Teori ini
cenderung dipengaruhi oleh dampak dari luar tubuh.
a)
Teori Kepribadian
Teori kepribadian
menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau
tugas spesifik lansia. Teori pengembangan kepribadian yang dikembangkan oleh
Jung menyebutkan bahwa terdapat dua tipe kepribadian yaitu introvert dan
ekstrovert. Lansia akan cenderung menjadi introvert kerenan penurunan
tanggungjawab dan tuntutan dari keluarga dan ikatan sosial.
b)
Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan
merupakan aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada
tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.pada
kondisi tidak danya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang
baik, maka lansia tersebut berisiko untuk memiliki rasa penyeselan atau putus
asa.
c)
Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan
penarikan diri ole lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia
akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab
telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak
sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi
kembali pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
d)
Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat
apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses maka ia harus tetap
beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi
kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen
kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya
fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas
mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang
kehidupan.
e)
Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas
mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan dari perilaku yang sering
dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan
dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan kualitas
hidup.
f)
Teori Subkultur
Lansia, sebagai suatu
kelompok, memiliki norma mereka sendiri, harapan, keyakinan, dan kebiasaan;
karena itu, mereka telah memiliki subkultur mereka sendiri. Teori ini juga
menyatakan bahwa orang tua kurang terintegrasi secara baik dalam masyarakat
yang lebih luas dan berinteraksi lebih baik di antara lansia lainnya bila
dibandingkan dengan orang dari kelompok usia berbeda. Salah satu hasil dari
subkultur usia akan menjadi pengembangan "kesadaran kelompok umur"
yang akan berfungsi untuk meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah
definisi budaya negatif dari penuaan.
Teori Psikologi
Teori psikologis
merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena penuaan psikologis
dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga melibatkan penggunaan
kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol perilaku atau regulasi diri.
a.
Teori Kebutuhan
Manusia Banyak teori
psikologis yang memberi konsep motivasi dan kebutuhan manusia. Teori Maslow
merupakan salah satu contoh yang diberikan pada lansia. Setiap manusia yang
berada pada level pertama akan mengambil prioritas untuk mencapai level yang
lebih tinggi; aktualisasi diri akan terjadi apabila seseorang dengan yang lebih
rendah tingkat kebutuhannya terpenuhi untuk beberapa derajat, maka ia akan
terus bergerak di antara tingkat, dan mereka selalu berusaha menuju tingkat
yang lebih tinggi.
b.
Teori Keberlangsungan Hidup dan
Perkembangan Kepribadian
Teori keberlangsungan
hidup menjelaskan beberapa perkembangan melalui berbagai tahapan dan
menyarankan bahwa progresi sukses terkait dengan cara meraih kesuksesan di
tahap sebelumnya. ada empat pola dasar kepribadian lansia: terpadu,
keras-membela, pasif-dependen, dan tidak terintegrasi (Neugarten et al.).
Teori yang dikemukakan Erik Erikson tentang
delapan tahap hidup telah digunakan secara luas dalam kaitannya dengan lansia.
Ia mendefinisikan tahap-tahap kehidupan sebagai kepercayaan vs
ketidakpercayaan, otonomi vs rasa malu dan keraguan, inisiatif vs rasa
bersalah, industri vs rendah diri, identitas vs difusi mengidentifikasi,
keintiman vs penyerapan diri, generativitas vs stagnasi, dan integritas ego vs
putus asa. Masing-masing pada tahap ini menyajikan orang dengan kecenderungan
yang saling bertentangan dan harus seimbang sebelum dapat berhasil dari tahap
itu. Seperti dalam teori keberlangsungan hidup lain, satu tahapan menentukan
langkah menuju tahapan selanjutnya.
c.
Recent and Evolving Theories
Teori kepribadian
genetik berupaya menjelaskan mengapa beberapa lansia lebih baik dibandingkan
lainnya. Hal ini tidak berfokus pada perbedaan dari kedua kelompok tersebut.
Meskipun didasarkan pada bukti empiris yang terbatas, teori ini merupakan upaya
yang menjanjikan untuk mengintegrasikan dan mengembangkan lebih lanjut beberapa
teori psikologi tradisional dan baru bagi lansia. Tema dasar dari teori ini
adalah perilaku bifurkasi atau percabangan dari seseorang di berbagai aspek
seperti biologis, sosial, atau tingkat fungsi psikososial. Menurut teori ini,
penuaan didefinisikan sebagai rangkaian transformasi terhadap meningkatnya
gangguan dan ketertiban dalam bentuk, pola, atau struktur.
2.4 Faktor
Yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada
beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah
orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang,
enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,
dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya
dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti:
a)
Gangguan jantung
b)
Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
c)
Vaginitis
d)
Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e)
Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang
f)
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer, serta
Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a)
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b)
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya
c)
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d)
Pasangan hidup telah meninggal
e)
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada
umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan
adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa
perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:
a)
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b)
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
c)
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak
segera bangkit dari kedukaannya.
d)
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e)
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan
Pekerjaan
Pada
umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point
tiga di atas.
Cara
menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia adalah sangat
tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam
kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun
(pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi
masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan
diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh
gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan
assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang
jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki
masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang
sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis
dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang
cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan
bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan
berkurang dan sebagainya.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di
Masyarakat
Akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,
mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek
dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam
menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena
anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya
sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi
terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay
rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam
lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian
dalam masyarakat sebagai seorang lansia
2.5 Perubahan Psikososial Pada Lansia
a.
Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas),
ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
1) Kehilangan finansial (income
berkurang).
2)
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala fasilitasnya).
3) Kehilangan teman/kenalan atau
relasi.
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
b.
Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
c.
Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d. Ekonomi
akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e.
Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan.
f.
Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g.
Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h.
Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i.
Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
j.
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
2.6 Penyakit-Penyakit Pada Lansia
A. Depresi
Pengertian
Depresi
adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto).
Penyebab depresi pada lansia:
1)
Penyakit fisik
2)
Penuaan
3)
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
4)
Gangguan pada otak (penyakit
cerebrovaskular)
5)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan
perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan
yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
6)
Serotonin dan norepinephrine
7)
Zat-zat kimia didalam otak
(neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia
yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
a.
Factor pencetus depresi pada lansia:
1)
Faktor biologic, misalnya faktor
genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko vaskular, kelemahan fisik.
2)
Faktor psikologik yaitu tipe
kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti berduka,
kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres
kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.
Gejala depresi
pada lansia:
1)
Secara umum tidak pernah merasa senang
dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak
rnemberikan kesenangan.
2)
Keluhan fisik biasanya terwujud pada
perasaan fisik seperti:
a)
Distorsi dalam perilaku makan. Orang
yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan,
namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan
gairah makan.
b)
Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)
c)
Merasa putus asa dan tidak berarti.
Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif.
orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya
menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak
kemajuan", seringkali terjadi.
d)
Berat badan berubah drastis
e)
Gangguan tidur. Tergantung pada tiap
orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit
tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak
tidur.
f)
Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun
untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif.
Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya
pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering
terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
g)
Keluarnya keringat yang berlebihan
h)
Sesak napas
i)
Kejang usus atau kolik
j)
Muntah
k)
Diare
l)
Berdebar-debar
m)
Gangguan dalam aktivitas normal
seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari
kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak,
seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.
n)
Kurang energi. Orang yang mengalami
depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah
lelah" atau "saya capai".
Secara
biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan
penyakit degeneratif. Secara psikologik gejalanya:
a)
Kelilhuigan harga diri/ martabat
b)
Kehilangan secara fisik prang dan benda
yang disayangi
c)
Perilaku merusak diri tidak langsung.
contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya,
makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti
misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara
tidak langsung.
d)
Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri
Gejala social
ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
B.
Demensia
Demensia adalah gangguan progresif
kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi
kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Demensia ialah kemunduran fungi
mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang
tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).
Jenis demensia:
1)
Demensia jenis alzheimer
Patofisiologi:
a)
Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid
(plak senil atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan neurofibriler
(akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
b)
Adanya plak dan kekusutan tersebut
berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi
serebral.
Genetika:
Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi
demensia jenis alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki
awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua
kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan denga gengen abnormal
dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19
terjadi 2 kali lebih banyak pada penderita demensia jenis alzheimer dibanding
populasi umum.
Modal
toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat
pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis
alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit.
Abnormalitas
neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter
kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia).
(peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat yang
disetujui FDA untuk demensia).
Tahap
|
Perilaku
|
Afek
|
Perubahan
Kognitif
|
Ringan
|
Sulit menyelesaikan tugas
Penurunan aktivitas yang mengarah pada
tujuan
Kurang memperhatikan penampilan
pribadi dan
aktivitas sehari-hari
Menarik diri dari aktivitas social
yang biasa
Sering mencari benda-benda
karena lupa meletakannya;
dapat menuduh orang lain telah
mencurinya
|
Cemas
Depresi
Frustasi
Curiga
Ketakutan
|
Kehilangan ingatan tentang
peristiwa yang baru saja terjadi (lupa
akan janji
temu dan percakapan)
Disorientasi waktu
Berkurangnya kemampuan konsentrasi
Sulit mengambil keputusan
Kemampuan penilaian buruk
|
Sedang
|
Perilakunya tidak pantas secara sosial
Kurang perawatan diri (misal mandi,
toileting, berpakaian, berdandan)
Berkeluyuran atau mondar-mandir
Senang menimbun barang-barang
Hiperoralitas
Mengalami
gangguan siklus tidur-bangun
|
Mood labil Datar
Apatis
Agitasi
Katas tropi Paranoia
|
Kehilangan ingatan tentang hal-hal
yang baru atau lama (amnesia)
Konfabulasi
Disprientasi waktu, tempat dan orang
Sedikit agnosia, apraksia dan afasia
|
Berat
|
Penurunan kemampuan ambulasi dan
aktivitas motorik lainnya
Penurunan kemampuan menelan
Sama sekali tidak bisa mengurus diri
(misalnya membutuhkan perawatan yang konstan)
Tidak mengenali
lagi keberadaan pemberi asuhan
|
Datar, apatis Reaksi Katastropik
occasional dapat berlanjut
|
Semua perubahan kognitif berlanjut
sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia dan afasia
|
Demensia
vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun
pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor
resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes). Jenis
demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit
parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob.
Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya
yang spesifik. Gejala demensia:
1)
Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa;
kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit "menemukan" kata-kata.
2)
Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan
aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
3)
Agnosia: kegagalan mengenali atau
mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun fungsi sensoriknya tidak
mengalami kerusakan.
4)
Konfabulasi: mengisi celah-celah
ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu yang terkena.
5)
Sundown sindrom: memburuknya
disorientasi di malam hari.
6)
Reaksi katastrofik: respon takut atau
panik dengan potensi kuat inenyakiti diri sendiri atau orang lain.
7)
Perseveration phenomenon: perilaku
berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.
8)
Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi
dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil untuk dimasukkan ke mulut.
9)
Kehilangan memori: awalnya hanya
kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi, dan akhirnya gangguan
ingatan masa lalu.
10)
Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11)
Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi
atau mempelajari materi baru.
12)
Sulit mengambil keputusan
13)
Penilaian buruk: individu ini mungkin
tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan keselamatan.
Epidemiologi demensia:
Dimensia
jenis a1zheimer menyebabkan 50%-75% kasus demensia yang didiagnosis. Demensia
jenis ini merupakan penyebab, kematian tertinggi keempat pada individu berusia
lebih dari 65 tahun. Insidensinya sebagai berikut:
1)
65-75 tahun 5%-8%
2)
75-85 tahun 15%-20%
3)
85 tahun atau lebih 25%-55%
Etiologi demensia:
Faktor-faktor yang berkaitan dengan
demensia adalah:
1)
Kondisi akut yang tidak diobati atau
tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang menyebabkan delirium tidak atau
tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik
dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2)
Penyakit vaskuler, seperti hipertensi,
arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3)
Penyakit parkinson: demensia menyerang
40% dari pasien-pasien ini.
4)
Gangguan genetika: koreahuntington atau
penyakit pick.
5)
Penyakit prior (protein yang terdapat
dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6)
lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus
(HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV
atau kompleks demensia AIDS.
7)
Gangguan struktur jaringan otak, seperti
tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.
C. Insomnia
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang
terkadang dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal
serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan
sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada
malam hari. Penyebab insomnia pada lansia :
1)
Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih
semangat sepanjang malam
2)
Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
3)
Gangguan cemas dan depresi
4) Tempat
tidur dan suasana kamar kurang nyaman
5) Sering
berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
6) Infeksi
saluran kemih
D. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya. Gejala
Paranoid :
1)
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di
sekelilingnya
2) Lupa
akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di
sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
3)
Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan
rasa marah yang ditahan
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid
adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas
an yang jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala
bertambah berat
E. Kecemasan
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik,
fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress
akut, gangguan stress pasca traumatic. Gejala kecemasan :
1)
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan
terjadi
2) Sulit
tidur sepanjang malam
3) Rasa
tegang dan cepat marah
4) Sering
mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang
berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
5) Sering
membayangkan hal-hal yang menakutkan
6) Merasa
panic terhadap masalah yang ringan
Tindakan untuk mengatasi kecemasan
1) Cobalah
untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
2) Bicaralah
tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab mendasar
(dengan memandang lansia secara holistic).
3) Cobalah
untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati
4) Bila
penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat
diterima olehnya
5)
Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila
telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.
2.7
Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul
dalam penatalaksanaan untuk menanggulangi gangguan psikososial pada lansia:
1. Gangguan
pola tidur b.d ansietas
2. Membahayakan
diri, resiko b.d perasaan tidak berharga dan putus asa.
3. Gangguan
proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
ireversible .
4. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist)
5. Mobilitas
fisik, hambatan b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat.
6. Risiko
cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
7.
Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi,
dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau
psikologis.
2.8 Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa
diberikan untuk beberapa diganosa keperawatan di atas:
1.
Gangguan
pola tidur b.d ansietas.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak 3x kunjungan klien memiliki
pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
a.) Klien mampu memahami factor
penyebab gangguan pola tidur.
b.) Klien mampu menentukan penyebab
tidur inadekuat.
c.) Klien mampu memahami rencana
khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
d.) Klien mampu menciptakan pola
tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
(melamun).
e.) Klien tampak atau melaporkan dapat
beristirahat yang cukup.
Intervensi
a.) Jangan menganjurkan klien untuk
tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus
tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.) Evaluasi efek obat klien yang
mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi
bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.
c.) Tentukan kebiasaan dan rutinitas
waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah
terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.) Berikan lingkungan yang nyaman
untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada
formasi retikuler akan berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik,
karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat selama tidur.
e.) Buat jadwal intervensi untuk
memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi
dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan
psikologis dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f.) Berikan makanan kecil sore hari,
susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi
dengan perasaan mengantuk.
g.) Putarkan music yang lembut atau
“suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi
sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan
menggaggu tidur.
h.) Berikan obat sesuai indikasi
seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani
pseudodemensia atau depresi menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi
antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek samping
hipertensi ortostatik.
2.
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologis ).
Tujuan: setelah dilakukan dilakukan
keperawatan sebanyak 3x kunjungan tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada
persepsi sensori klien
Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan
halusinasi.
b. Klien
mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur
perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan
respon yang sesuai stimulasi.
Intervensi:
a.) Kaji
derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak
memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan
kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar
atau haus.
b.)
Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan
sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan intepretasi stimulasi.
c.)
Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi
realita dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan
mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan
disorientasi. Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d.)
Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan
halusinasi
e.)
Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu
ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan
terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.
3.
Gangguan
proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak 3x kunjungan klien dapat
berpikir rasional.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan
kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan
terhadap emosi dan pikiran tentang diri
b. Klien mampu mengembangkan
strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
c. Klien mampu mengenali perubahan
dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
d. Klien mampu memperlihatkan
penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi:
a.) Kembangkan lingkungan yang
mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
Rasional:
mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan
pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis.
b.) Kaji derajat gangguan kognitif,
seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berfikir. Bicarakan
dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional:
memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencana
intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan
risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c.) Pertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang.
Rasional:
kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
d.) Tatap wajah klien ketika sedang
berbicara dengan klien
Rasional:
menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.
e.) Gunakan distraksi. Bicarakan
tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika
tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional:
lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita
meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan
(kebahagiaan personal).
f.) Hormati klien dan evaluasi
kebutuhan secara spesifik.
Rasional:
klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan, penghargaan,
dan kebahagiaan.
g.) Bantu klien menemukan hal yang
salah dalam penempatannya. Berikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
Jangan menentang.
Rasional:
menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah klien tidak akan
mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.
h.) Berikan obat sesuai indikasi
seperti, siklandelat.
Rasional
; meningkatkan kesadaran mental.
3
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor
yang saling berkaitan. Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun
secara kualitatif dan kuantitatif, dan ini sudah dimulai sejak usia 30 tahun.
Telah diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada lansia dengan
pencegahan dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia
dengan olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses
alamiah, tetapi tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia
tua. Hal ini sesuai dengan slogan Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to
life but life into years, yang artinya usia panjang tidaklah ada artinya
bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai
kualitas hidup yang baik.
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan psikososial.
2. Proses
penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan
sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan
pendekatan-pendekatan melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta
lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang baik dalam memberikan asuhan
keperawatan gerontik.
3. Perawat
sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien
dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan
pendidikan kesehatan sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3.
Jakarta: EGC.
Lukman dan
Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho,
Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Pudjiastuti,
Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta:
EGC.
Agoes,
Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
Watson, Roger. 2003. Perawatan
Lansia Edisi ke-3. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar