Pages

Senin, 18 Maret 2013

Konsep Dasar Keperawatan Gerontik

Kelompok 1
Nama Anggota Kelompok 1 :
  1. Diana Yuli Utami (101.0023)
  2. M. Zainuddin Fanani (101.0063)
  3. Nuril Fadlila (101.0083)
  4. Shanty Dyah Puspitasari (101.0105)



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar keperawatan gerontik ?
2.      Apa saja teori-teori penuaan ?
3.      Bagaimana perubahan bio, psikososial, dan kultural pada lansia ?
4.      Apa saja program-program nasional untuk lansia ?

1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
a.       Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas III
b.      Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Konsep Keperawatan Komunitas Gerontik.
1.3.2        Tujuan Khusus
a.       Mengetahui dan memahami konsep dasar keperawatan gerontik
b.      Mengetahui dan memahami teori-teori penuaan
c.       Mengetahui dan memahami perubahan biologis, psikologi, social, cultural
d.      Program-program nasional untuk lansia.


1.4  Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep dasar keperawatan gerontik
b.      Mahasiswa mengetahui dan memahami teori-teori penuaan
c.       Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perubahan biologis, psikologi, social, cultural
d.      Mahasiswa dapat mengetahui program-program nasional untuk lansia.
























BAB 2
KAJIAN TEORITIS

2.1       Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
2.1.1    Pengertian Lanjut Usia
            Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

2.1.2    Batasan Lanjut Usia
            Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1.      Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a.       Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.      Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c.       Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d.      Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2.      Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a.       Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c.       Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d.      Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

e.       Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.1.3        Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1.      Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2.      Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3.      Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4.      Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5.      Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

            Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
            Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.1.4        Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

2.1.5    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress



2.2    Teori – Teori Penuaan
2.2.1        Menurut Betty Newman
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu faktor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
1.    Teori-Teori Biologi
a.         Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b.        Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
c.         Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.
d.        Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e.         Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
f.         Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
               Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
               Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g.        Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.


h.        Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
i.          Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
j.          Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
k.        Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2.    Teori Kejiwaan Sosial
a.         Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1)        Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2)        Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3)        Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b.        Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.

c.         Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepasuikan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1)   Kehilangan peran (Loss of Role)
2)   Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3)   Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values).

2.2.2    Menurut Barbara Cole Donlon
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multi dimensional yang dapat di observasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. ( Mickey and Patricia, 2006)
Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi.
Teori –teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi oleh Barbara Cole Donlon di kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial (Tabel 2-1). Penelitian yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator yang dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bgaimana proses tersebut dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku.

Tabel 2-1 Teori-Teori Penuaan
Teori Biologis
Tingkat Perubahan
Genetika
Gen yang diwariskan & dampak lingkungan
Dipakai dan rusak
(Wear and Tear)
Kerusakan oleh radikal bebas
Lingkungan
Meningkatnya pajanan terhadap hal-hal yang berbahaya
Imunitas
Integritas sistem tubuh untuk melawan kembali
Neuroendokrin
Kelebihan atau kurangnya produksi hormon
Teori Psikologis
Tingkat Proses
Kepribadian
Introvert lawan ekstrovert
Tugas Perkembangan
Maturasi sepanjang rentang kehidupan
Disengagment
Antisipasi menarik diri
Aktivitas
Membantu mengembangkan usaha
Kontinuitas
Pengembangan individualitas

1.    Teori Biologis
Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, pajang usia, dan kematian. Perubahan – perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami peningkatan. Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan, tetapi lima kerakteristik penuaan telah dapat di identifikasi oleh para ahli (Tabel 2-2). Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur pajang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler. Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan pada perawat tentang faktor resiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari risiko dan memaksimalkan kesehatan.
a.    Teori Genetika
Teori sebab – akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk merubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glokogen. Teori – teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ tubuh gagal untuk berfungsi. Bukti yang mendukung teori – teori ini termasuk perkembangna radikal bebas, kolagen, dan lipofusin.
Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun yang dihubungkan dengan bertambhnya umur menyatakn bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada tingkat molekuler dan seluler. 







Tabel 2-2 Karakteristik Biologis Penuaan
·         Peningkatan usia harapan hidup, tetapi mortalitas tidak dapat dihindari.
·         Penuaan dapat ditemukan di dalam sel, molekul, jaringan, dan massa tulang.
·         Perusakan bersifat progresif dan tidak tertandingi serta memengaruhi semua sistem hidup.
·         Diperlukan waktu yang panjang untuk kembali dari periode serangan, kelelahan, dan stress.
·         Peningkatan kerentanan terhadap infeksi, kanker, dan penyakit lain yang berhubungan dengan pertambahan usia.

b.    Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak)
Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolime yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu elektron yang tidak berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi di dalam struktur biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi.
Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan kalori dan efeknya pada perpanjangan hidup mungkin berdasarkan pada teori ini. Namun, orang lain percaya bahwa pembatasan kalori mungkin menggunakan efeknya melalui sistem neuroendokrin.
c.    Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.
Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti artritis reumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain.
Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar timus. Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan bertambahnya umur, seperti halnya kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T. Karena hilangnya proses diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya. Selain itu, tubuh kehilangan kemampuannya unutk meningkatkan respons terhadap sel asing, terutama bila menghadapi infeksi.
Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan terhadap pelayanan kesehatan, terutama pada saat penuaan terjadi tidak dapat diabaikan. Walaupun semua orang memerlukan pemeriksaan rutin untuk memastikan deteksi dini dan perawatan seawal mungkin, tetapi pada usia lanjut, kegagalan melindungi sistem imun yang telah mengalami penuaan memalui pemeriksaan kesehatan dapat mendorong kearah kematian awal yang tidak terduga.
Selain itu, program imunisasi secara nasional untuk mencegah kejadian dan penyebaran epidemi penyakit, seperti  pneumonia dan influenza diantara orang usia lanjut juga mendukung dasar teoretis praktek keperawatan.


d.   Teori Neuroendokrin
Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel, nampak sangaat mengagumkan dalam beberapa situasi. Sebagai contoh, diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun serta interaksi antara saraf dan endokrin.
Pada kasus selanjutnya, para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal dan reproduksi.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respons ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respons mereka.
2.    Teori Psikologis
Teori psikologis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua, adalah unik dan memiliki pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan dan melalui banyak peristiwa. Selama 40 tahun terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk menggambarkan bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir hidupnya. Pekerjaan ini disebut proses “ penuaan yang sukses”. Contoh dari teori-teori ini termasuk teori kepribadia.
a.    Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang pantas dipertimbangkan.  Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.
Menurut Jung  1960,  mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau introvert. Ia berteori bahwa keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah penting bagi kesehatan. Dengan menurunnya tanggung jawab dan tuntutan dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi di kalangan lansia, jung percaya bahwa orang akan menjadi lebih introvert. Di dalam konsep interioritas dari Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan memiliki tujuannya sendiri,yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri.
Jung  melihat tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu inventaris dari hidup mereka, suatu waktu untuk lebih melihat ke belakang daripada melihat ke depan. Selama proses refleksi ini, lansia harus menghadapi kenyataan hidupnya secara retrospektif. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa diubah. Walupun peneysalan terhadap beberapa aspek kehidupan sering terjadi, tetapi banyak lansia menyatakan suatu perasaan kepuasan dengan apa yang telah mereka penuhi.
b.    Teori Tugas perkembangan
Beberapa ahli teori terkenal sudah menguraikan proses maturasi dalam kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada berbagai tahap sepanjang rentang hidup manusia. Hasil penelitian Erickson (Vital Involvment in Old Age, 1986) mungkin teori terbaik yang dikenal dalam bidang ini. Tugas perkembanagn adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas.
Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. Minat yang terbaru dalam konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan perawat gerontologi memeriksa kembali tugas perkembangan lansia.
c.    Teori Disengagement
Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya.(Comming dan Henry, 1961)
Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan generasi tua kepada generasi muda.
Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagai karena penelitian ini dipandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang postulat yang dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi di dalam pemutusan ikatan/hubungan. Sebagai contoh, di bawah kerangka kerja teori ini, pensiun wajib menjadi suatu kebijakan sosial yang harus diterima. Dengan meningkatnya rentang waktu kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang lanjut usia yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 tahun lagi. Bagi banyak individu yang sehat dan produktif, prospek dari suatu langkah yang lebih lambat dan tanggung jawab yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak diinginkan. Jelasnya, banyak lansia dapat terus menjadi anggota masyarakat produktif yang baik sampai mereka berusia 80-90 tahun.
d.   Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut.
Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara negatif memengaruhi kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
e.    Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. (Verdery, 1997)
Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan.
Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki kehidupan sosial yang aktif akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai usianya lanjut.
Orang yang menyukai kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasaan dalam melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut.
Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda di dalam masa akhir kehidupannya.
Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan sosial-ekonomi atau faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul.
Kepribadian yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat kadang-kadang dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber  kejengkelan ketika situasi mengharuskan adanya suatu perubahan di dalam pengaturan tempat tinggal. Keluarga yang berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang perubahan pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia sering memerlukan banyak dukungan.
Suatu pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya dapat memberikan pengertian yang lebih diperlukan dalam proses pengambilan keputusan ini.



2.3 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan Biologis
a.       Sel
Jumlah sel menjadi menurun atau lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak; otot; ginjal; darah dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. Otak menjadi atrofi (beratnya berkurang 5-10%), lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
b.      Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel syaraf yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan neuro transmitter utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih lama untukmerespons dan bereaksi.
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko mengalami kecelakaan dan cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat terjadi bila orang tersebut berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring atau duduk. Perawat harus menasehati orang tersebut untuk menunggu waktu merespons terhadap rangsang dan bergerak lebih pelan. Kebingungan yang terjadi tiba-tiba mungkin merupakan gejala awal infeksi atau perubahan kondisi fisik (pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat, dehidrasi dan lainnya).


c.       Perubahan Penglihatan
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata, maka sel tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat.
Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda yang sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan bagian penuaan normal, namun terjadi peninekatan penyakit mata pada lansia.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
d.      Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada berfrekuensi tinggi terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan telinga dalam yang irreversible. Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p) semuanya terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa terisolasi dari menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan pendengaran, maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespons tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahamin percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau “senile”.



e.       Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok umur termasuk lansia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler juga meningkat dengan meningkatnya usia. Perubahan structural yang normal dari penuaan yang terjadi pada jantung dan system vascular mengakibatkan kemampuannya untuk berfungsi secara efisien menurun.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
Hipertensi sistolik pernah dipercaya sebagai bagian dari proses penuaan normal. Hipertensi, merupakan masalah yang banyak ditemui pada populasi lansia. Hipertensi merupakan faktor resiko yang menonjol bagi semua kelompok usia terhadap penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Pada individu lansia, diagnosis hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Hipertensi sistolik saja dimana tekanan sistolik terukur melebihi 160 mmhg, dengan tekanan distolik normal atau mendekati normal (di bawah 90 mmhg).
2.    Hipertensi esensial dimana tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 90 mmhg berapapun tekanan sistoliknya.
3.    Hipertensi sekunder atau hipertensi yang dapat disebabkan oleh penyebab yang mendasarinya.
f.       Perubahan Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun (hipotermi) yang secara fisiologis keadaan ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
g.      Perubahan Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi yang berikut : peningkatan diameter anterioposterior dada, kolaps osteoporotic vertebra yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura konveks tulang belakang), kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas alveoli. Peningkatan rigiditas atau hilangnya recoil elastisitas paru mengakibatkan peningkatan volume residual paru dan penurunan kapasitas vital.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h.      Sistem Gastrointestinal
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya tetap adekuat sepanjang hidup. Namun demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi dan keluhan utama biasanya berpusat bpada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan.
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
Peningkatan kesehatan untuk sistem gastrointestinal pada lansia dapat dipandu untuk meningkatkan fungsi gastrointestinalnya untuk mengikuti praktik peningkatan kesehatan seperti; menggosok gigi setiap hari, perawatan gigi yang teratur, menghindari aktivitas berat setelah makan, makan makanan tinggi serat, diet rendah lemak, minum banyak air, menjaga kebiasaan defekasi secara teratur, dan menghindari laksatif dan antasida.
i.        Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
Peningkatan kesehatan sistem genitourinaria dilakukan dengan mengonsumsi cairan yang mencukupi sangat penting untuk mencegah infeksi kandung kemih dan memelihara keseimbangan caira.
Masalah kontinensia urin dan sering berkemih dapat dikurangi bila individu lansia mengikuti petunjuk berikut:
a.    Selalu dekat dengan fasilitas kamar mandi
b.    Berkemih secara teratur
c.    Melatih otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul sangat berguna dalam mengurangi gejala stress dan dorongan inkontinensia. Karena untuk mencapai control muskulus yang baik diperlukan latihan beberapa minggu, maka individu lansia harus didorong untuk melakukan latihan secara teratur.
j.        Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k.      Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l.        Sistem Muskuloskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum usia 40 tahun. Kehilangan densitas tulang yang massif akan mengai]kibatkan osteoporosis. Kondisi ini kebanyakan terjadi pada wanita pasca menopausedan berhubungan dengan inaktivitas, masukan kalsium yang tidak adekuat, dan kehilangan estrogen. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan mobilitas, keseimbangan dan fungsi organ internal berkurangnya ukuran otot dan kehilangan kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanannya sebagai akibat penurunan aktivitas pada lnsia yang ditandai dengan nyeri punggung.  
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
Peningkatan kesehatan tulang pada lansia dengan osteoporosis. Osteoporosis  merupakan masalah yang sering terjadi pada wanita lansia. Demineralisasi yang terjadi pada osteoporosis dipercepat dengan hilangnya estrogen, inaktivitas, dan diet rendah kalsium tinggi fosfat. Perawat dapat menganjurkan:
a.    Masukan tinggi kalsium
b.    Diet rendah fosfor
c.    Olahraga
Peningkatan kesehatan untuk fungsi musculoskeletal dengan melaksanakan Program olahraga rutin harus dijalankan seumur hidup atau dimulai pada lansia. Aksioma ”gunakan atau kamu kehilangan” sangat sesuai dengan kapasitas fisik lansia.
Hambatan terbesar untuk berolahraga adalah perilaku masyarakat secara keseluruhan dan perilaku negative lansia itu sendiri. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dengan mmberi semangat dan menantang lansia untuk berpartisipasi dalam program olahraga dengan teratur.
m.  Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita antara lain vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput lendir vagina menurun.
Sedangkan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi pria antara lain ada penurunan secara berangsur-angsur meskipun testis masih dapat memproduksi spermatzoa, dan sebanyak ±75% pria usia di atas usia 65 tahun mengalami pembesaran prostat.


Tabel 2-3 Perubahan Pada Usia Lanjut
Perubahan
Temuan Subyektif dan Obyektif
Peningkatan Kesehatan/Rekomendasi Keperawatan
Sistem Kardiovaskular
Penurunan curah jantung: penurunan kemampuan merespons stress: frekuensi jantung dan volume sekuncup tidak meningkat dengan kebutuhan maksimal: kecepatan pemulihan jantung lebih
lambat; peningkatan tekanan darah.
Keluhan keletihan dengan peningkatan aktivitas waktu pemulihan frekuensi jantung meningkat. Telakanan darah normal < 140/90 mmHg.
Olahraga secara teratur, aktivitas yang  berirama, hindari merokok, makan-makanan rendah lemak, diet rendah garam ; berpartisipasi dalam aktivitas penurunan stress, ukur tekanan darah secara teratur, kepatuhan pengobatan, control berat badan.
Sistem Pernapasan
Peningkatan volume residual paru; penurunan kapasitas vital; penurunan pertukaran gas dan kapasitas difusi, penurunan efisiensi batuk
Keletihan dan sesak nafass setelah beraktivitas; gangguan penyembuhan jaringan akibat penurunan oksigensi; kesulitan membatukan secret.
Olahraga secara teratur, hindaari meroko, minum banyak cairan untuk mengencerkan untuk mencairkan secret, imunisasi influenza setiap tahun; hindari pajanan terhadap infeksi traktus respiraatorius bagian atas.
Sistem Integumen
Penurunan perlindungan terhadap trauma dan pajanan matahari; penurunan perlindungan terhadap suhu yang ekstrim; berkurangnya sekresi minyak alami dan berkeringat.
Kulit Nampak tipis dan keriput; keluhan cedera, memar dan terbakar matahari; keluhan tidak tahan panas; struktur tulang menonjol; kulit kering
Hindari pajanan matahari (pakaian, tabir surya, tetap dalam ruangan); berpakaian yang sesuai dengan iklim; menjaga suhu dalam ruangan yang aman; berendam 1-2 kali seminggu; lumasi kulit
Sistem Reproduksi
Wanita : penyempitan dan penurunan elastisitas vagina; penurunan sekresi vagina
Pria : penurunan ukuran penis dan testis
Pria dan wanita: respons seksual yang melambat
Wanita : nyeri saat berhubungan kelamin, perdarahan vagina setelah berhubungan seksual, gatal dan iritasi vagina; orgasme melambat.
Pria : ereksi dan pencapaian orgasme melambat.
Mungkin memerlukan peresapan pemberian krim esterogen/antibiotik, gunakan pelumas saat berhubungan kelamin; carilah bimbingan kesehatan/seksual bila perlu.
Sistem Muskuloskeletal
Kehilangan kepadatan tulang; kehilangan ukuran dan kekuatan otot; degenerasi tulang rawan sendi


Penurunan tinggi badan, rentan terhadap fraktur, kifosis, keluhan nyeri punggung. Kehilangan kekuatan, fleksibiltas dan ketahanan. Keluhan nyeri sendi
Berolahraga secara teratur, makan-makanan tinggi kalsium, batasi masukan fosfor. Mungkin perlu mendapat resep tambahan hormon dan kalsium.
Sistem Genitourinarius
Pria dan wanita; kapasitas kandung kemih menurun, keterlambatan rasa ingin berkemih.


Retensi urin
Kesulitan berkemih
Urgensi, frekuensi dan ketahanan. Keluhan nyeri sendi.
Kunjungi dokter untuk pemeriksaan berkala, jangan jauh dari toilet, pakai pakaian yang mudah di buka, minum banyak air, pertahankan keasaman urin, pelihara hygiene perineal.
Sistem Gastrointestinal
Penurunan salivasi, kesulitan menelan makanan, perlambatan pengosongan esophagus dan lambung, penurunan motilitas GI.

Keluhan mulut kering
Keluhan sesak, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan.
Gunakan es batu, obat kumur, sikat gigi, dan pijatan gusi setiap hari. Makan sedikit tapi sering, mintalah perawatan gigi berkala.



2.      Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
  1. Perubahan fisik.
  2. Kesehatan umum.
  3. Tingkat pendidikan.
  4. Hereditas.
  5. Lingkungan.
  6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
  7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
  8. Kenangan lama tidak berubah.
  9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3.      Perubahan Psikososial
  1. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.
  2. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
  3. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi.
  4. Sadar akan datangnya kematian.
  5. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
  6. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
  7. Penyakit kronis.
  8. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
  9. Gangguan syaraf panca indra.
  10. Gizi
  11. Kehilangan teman dan keluarga.
  12. Berkurangnya kekuatan fisik
4.    Perubahan kultural
a.    Kolektifitas Etnis
Adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka. (Harwood, 1981)
b.    Shok Budaya
Adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan. ( Leininger, 1976)
Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c.    Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn 1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama.
Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .


d.   Jarak Pribadi dan Kontak
Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
e.    Pandangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan. (Elling, 1977)

2.4         Program-program Nasional untuk Lansia
1.        Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a.  Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b.  Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
Sasaran posyandu lansia
Sasaran langsung:
a.    Pra usia lanjut (pra senilis) 45-59 thn
b.    Usia lanjut 60-69 thn
c.    Usia lanjut risiko tinggi: usia lebih dari 70 thn atau usia lanjut berumur 60 thn atau lebih dgn masalah kesehatan
Sasaran tidak langsung:
a.    Keluarga dimana usia lanjut berada
b.    Masyarakat di lingkungan usia lanjut
c.    Organisasi sosial yg peduli
d.   Petugas kesehatan
e.    Masyarakat luas
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :
a.     Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
b.     Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
c.     Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain :
a.    Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu. 
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia
b.    Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.
c.    Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
d.   Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti:
a.    Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b.    Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c.    Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d.   Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e.    Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f.     Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus).
g.    Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h.    Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.
i.      Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
            Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.
2.        Puskesmas Lansia
Tujuan pelaksanaan kegiatan dalam program usia lanjut adalah :
a.    Melaksanakan penyuluhan secara teratur dan berksinambungan sesuai kebutuhan melalui berbagai media mengenai kesehatan usia lanjut.Usaha ini dilakukan terhadap berbagai kelompok sasaran yaitu usia lanjut sendiri, keluarga dan masyarakat dilingkungan usia lanjut.
b.    Melaksanakan penjaringan usia lanjut resiko tinggi, pemeriksaan berkala usia lanjut dan memberi  petunjuk upaya pencegahan penyakit, gangguan psikososial dan bahaya kecelakaan yang dapat terjadi pada usia lanjut.
c.    Melaksanakan diagnose dini, pengobatan,perawatan dan pelayanan rehabilitative kepada usia lanjut yang membutuhkan dan memberi petunjuk mengenai tindakan kuratif atau rehabilitative yang harus dijalani, baik kepada usia lanjut maupun keluarganya.
d.   Melaksanakan rujukan medic ke fasilitas rumah sakit untuk pengobatan, perawatan atau rehabilitative bagi usia lanjut yang membutuhkan termasuk mengusahakan kemudahan-kemudahannya.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a.       Pemeriksaan tekanan darah,
b.      pengobatan secara umum,
c.       penyuluhan terkait dengan penyakit yang diderita (face to face),
d.      mengirimkan pasien untuk operasi katarak setiap tahun,
e.       senam lansia bila ada program dari dinas kesehatan dan rujukan medic ke Rumah sakit.
3.        Terapi pada lansia
a.       Terapi Modalitas                 :Untuk  mengisi waktu luang bagi lansia
b.      Terapi Aktifitas Kelompok :Untuk meningkatkan kebersaman dan  bertukar pengalaman
c.       Terapi Musik                       :Untuk meningkatkan gairah hidup
d.      Terapi Berkebun                 :Untuk melatih kesabaran
e.       Terapi dengan Binatang     :Untuk meningkatkan kasih sayang dan mengisi waktu luang
f.       Terapi Kognitif                   :Agar daya ingat tidak menurun
g.      Life Review Terapi             :Meningkatkan gairah hidup dan harga diri
h.      Terapi Keagamaan              :Meningkatkan rasa nyaman menjelang kematian
BAB 3
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Batasan lanjut usia menurut WHO terbagi menjadi 5 yaitu usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun, usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
Teori –teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi oleh Betty Newman di kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologi dan kejiwaan sosial. Sedangkan teori penuaan menurut Barbara Cole Donlon di kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.
Penelitian yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator yang dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bgaimana proses tersebut dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku.
Kesejahteraan individu lansia tergantung pada faktor fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian total meliputi evaluasi sistem tubuh utama, status social  dan mental, dan kemampuan individu untuk berfungsi secara mandiri meskipun menderita penyakit kronis.
3.2 Saran
1.      Mahasiswa Keperawatan mampu memahami tentang konsep keperawatan gerontik.
2.      Mahasiswa Keperawatan dapat bekerja sama dengan perawat kesehatan komunitas dan populasi untuk memperbaiki kembali kesehatan lansia.
3.      Semoga makalah ini menjadi salah satu bahan untuk menambah wawasan mengenai konsep keperawatan komunitas.


DAFTAR PUSTAKA


Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Anderson, Elizabeth T. dan Judith McFarlane. Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ekasari, Mia Fatma, dkk. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan: Keperawatan Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. /Jakarta: EGC.
Smeltzer, Susan. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 1 Brunner and Suddarth. Jakarta : EGC.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar