MAKALAH KEPERAWATAN
KOMUNITAS III
“PENGORGANISASIAN DAN MODEL KEMITRAAN DALAM
KOMUNITAS”
Oleh :
Kelompok 12
1.
Mutia
Cahaya (101.0069)
2.
Rifan
Hendri P. (101.0093)
3.
Tri
Wahyuni (101.0107)
4.
Ucik
Fitri H. (101.0109)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HANG TUAH
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Komunitas III. Sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah
ini disusun untuk melengkapi tugas Keperawatan Komunitas III serta memberi
informasi dan pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Pengorganisasian Dan
Model Kemitraan Dalam Komunitas. Makalah ini juga
dipersiapkan untuk membantu proses belajar mengajar beserta penyampaiannya.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Komunitas III. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan terutama bagi mahasiswa keperawatan.
Akhirnya,
tiada gading yang tak retak. Demikian pula dengan makalah ini, kami penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan makalah
selanjutnya.
Surabaya,
Juni 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat................................................................................................................ 2
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tujuan dan
sasaran pengorganisasian komunitas................................................. 3
2.3 Pengembangan
dan pengorganisasian komunitas................................................ 4
2.3 Pengembangan
dan pengorganisasian masyarakat............................................... 7
2.4 Model
kemitraan keperawatan komunitas........................................................... 15
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 20
3.2 Saran.................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 23
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
World Health Organization (1974)
mendefinisikan komunitas atau masyarakat sebagai suatu pengelompokan sosial
yang ditentukan oleh batas-batas geografi serta kesamaan nilai-nilai dan
tujuan. Pada umumnya, anggota-anggotanya saling mengenal dan berinteraksi baik
dengan lingkungan internal maupun eksternal. Komunitas berfungsi dalam struktur
sosial tertentu serta menerapkan dan membentuk norma-norma tertentu pula.
Pembangunan kesehatan masyarakat
merupakan bagian integral dari suatu pembangunan kesehatan nasional, selain itu
juga merupakan bagian integral dari pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam perencanan, peorganisasian, dan pengelolaan upaya
kesehatan termasuk upaya perawatan diri, pada akhirnya akan menjadi tumpuan
kemandirian masyarakat dalam hal kesehtan.
Berbagai kegiatan masyarakat dalam upaya
kesehtan telah dilaksanakan di desa (kelurahan) dengan budaya kerjasama,
gotong-royong, musyawarah, serta peluang-peluang kemandirian mereka seperti
kemandirian dalam pembiayaan kesehatan. Peran serta masyarakat merupakan hal
yang mutlak diperlukan dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakaan
kebutuhan dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan
bahagia. Agar setiap orang dimanapun dan kapanpun dapat memperoleh hidup sehat,
kesehatan harus menjadi kemampuan yang melekat pada setiap insan. Hal ini hanya
dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, berperan
serta untuk meningkatkan kamampuan hidup sehatnya. Kemandirian masyarakat untuk
dapat mengatasi masalah kesehtaan dan menjalankan upaya pemecahanya sendiri
adalah kunci kelangsungan pembangunan.
Hendrik Blum (1974) selain membagi
komunitas berdasarkan geopolitik juga berdasarkan interaksi yang berlangsung
seperti tampak pada jenis-jenis komunitas yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Komunitas
temu muka (face to face).
2. Komunitas
menurut kewilayahan atau administrasi pemerintahan.
3. Komunitas
menurut kesamaan kebutuhan.
4. Komunitas
berdasarkan masalah ekologi.
5. Komunitas
berdasarakan minat tertentu.
6. Komunitas
berdasarkan sumber daya atau pemecahan masalah.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas?
2. Bagaimana
pengembangan dan pengorganisasian komunitas?
3. Bagaimana
pengembangan dan pengorganisasian masyarakat?
4. Apa
saja model kemitraan keperawatan komunitas?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
2. Menjelaskan
pengembangan dan pengorganisasian komunitas
3. Menjelaskan
pengembangan dan pengorganisasian masyarakat
4. Menjelaskan
model kemitraan keperawatan komunitas
1.4
Manfaat
1. Mahasiswa
mampu mengetahui tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
2. Mahasiswa
mampu mengetahui pengembangan dan pengorganisasian komunitas
3. Mahasiswa
mampu mengetahui pengembangan dan pengorganisasian masyarakat
4. Mahasiswa
mampu mengetahui model kemitraan keperawatan komunitas
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian
rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu
kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam Juniati).
Sedangkan Szilagji (dalam Juniati) mengemukakan
bahwa fungsi pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan
koordinasi kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas,
tenaga kerja dan komunikasi.
Tujuan
utama dari pengorganisasian komunitas dan adanya model kemitraan dalam masyarakat
adalah meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan masyarakat di bidang kesehatan
yang secara operasional dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan
kemampuan pemimim (tokoh masyarakat) dalam merintis dan menggerakkan upaya
kesehatan di masyarakat.
2. Meningkatkan
kemampuan organisasi masyarakat dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
3. Meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.
4. Meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengenali, menghimpun, dan mengelola dana atau sarana
masyarakat untuk upaya kesehatan.
Tujuan pengorganisasian masyarakat
adalah mewujudkan suatu perubahan sosial yang transformatif dengan berangkat
dari apa yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu perlu
dilakukan identifikasi sumber daya dan infrastruktur yang ada serta menyusun
sasaran agar penyelesaian masalah atau pencapaian tujuan bisa dicapai.
Menurut Hartini (2003) tahapan
pengorganisasian masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Melebur
bersama masyarakat dengan membangun kontak person, menjalin pertemanan,
terlibat sebagai pendengar, terlibat aktif dalam diskusi dan ikut bekerja sama.
b. Melakukan
penyelidikan sosial dengan melakukan analisa sosial baik makro maupun mikro
(untuk mengidentifikasi faktor-faktor sistemik dalam masyarakat yang secara
konsisten mengakibatkan marjinalisasi kelompok-kelompok tertentu dari akses
terhadap sumber daya dan manfaat) dan melakukan pendokumentasian.
c. Merancang
kegiatan awal dengan merumuskan isu bersama, musyawarah, mengidentifikasi
masalah, dan potensi secara bersama.
d. Melaksanakan
kegiatan yang sesuai dengan kesepakatan musyawarah.
e. Membentuk
organisasi rakyat.
Sasaran peningkatan peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Individu
yang berpengaruh atau tokoh masyarakat, baik formal maupun nonformal.
2. Keluarga.
3. Kelompok
masyarakat dengan kebutuhan khusus kesehatan seperti anak sekolah, ibu hamil,
lansia, dan lain-lain.
4. Organisasi
masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyelenggarakan
upaya kesehatan seperti organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan
sebagainya.
5. Masyarakat
umum di desa (kelurahan), kota, dan pemukiman khusus.
2.2 Pengembangan dan pengorganisasian komunitas
2.2.1 Pengembangan
komunitas
Pengembangan
komunitas adalah suatu usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada
masyarakat agar dapat menggunakan semua potensi yang dimilki untuk mencapai
kesejahteraan yang lebih baik.
Neis
dan McEwan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan masyarakat (community
health development) sebagai pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat yang
mengombinasikan konsep, tujuan, serta proses kesehatan masyarakat dan
pembangunan msayarakat. Dalam pengembangan kesehatan masyarakat, perawat
komunitas mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan
kemudian mengembangkan, mendekatkan, dan mengevalusai tujuan-tujuan pembangunan
kesehatan melalui kemitraan dengan profesi lain yang terkait (Nies dan McEwan,
2001: CHNAC, 2003;Diem dan Moyer, 2004; Falk-Rafael dkk., 1999).
Bidang
tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat sebagai
klien termasuk subsistem-subsistem yang terdapat didalamnya, yaitu individu,
keluarga, dan kelompok khusus. Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat
komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan, dan pemulihan status
kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian
masyarakat, yaitu perencanaan sosial, aksi sosial, atau pengembangan
masyarakat.
Berkaitan
dengan pengembangan kesehatan masyarakat yang relevan, maka penulis mencoba
menggunakan pendekatan pengorganisasian masyarakat model pengembangan
masyarakat (community development). Asumsi dasar mekanisme kolaborasi antara
perawat komunitas dengan masyarakat tersebut adalah hubungan kemitraan yang
dibangun memiliki dua manfaat sekaligus, yaitu meningkatnya partisipasi aktif
masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, dan
Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan
kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi
profesi kesehtan dengan masyarakat (Schlatf, 1991 dan Sienkiwicz, 2004).
Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber
daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibitas program kesehatan,
serta keberlanjutan koalisi perawat komunitas dengan masyarakat (Bracht, 1990).
Ciri-ciri pengembangan komunitas adalah
:
a. Langkah
berantai, satu langkah mendahului langkah yang lain.
b. Intensitas
setiap langkah bisa berbeda, tergantung pada situasi dan kondisi yang ada di
daerah atau masyarakat tersebut.
c. Tiap
langkah mempunyai dasar rasional.
d. Mempunyai
tujuan – tujuan proses belajar.
e. Secara
kumulatif akan menghasilkan perubahan yang diharapkan.
f. Hakekatnya
merupakan rangkaian yang mencerminkan lingkaran pemecahan masalah dan proses
perubahan.
Langkah-langkah
yang dapat digunakan dalam pengembangan komunitas antara lain sebagai berikut :
1. Ciptakan
kondisi agar masyarakat dapat mengenal dan memanfaatkan potensi yang ada.
2. Tingkatkan
mutu potensi yang ada.
3. Pertahankan
dan tingkatkan kegiatan-kegiatan yang sudah ada.
4. Tingkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada.
2.2.2 Pengorganisasian
Komunitas
Pengorganisasian
komunitas adalah suatu proses yang terjadi di masyarakat dalam mengidentifikasi
kebutuhan, prioritas dari kebutuhan tersebut, serta berusaha memenuhi kebutuhan
tersebut dengan cara gotong-royong.
Pengorganisasian
masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat dapat mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan
tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber yang ada
di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha secara
gotong-royong (S. Notoatmodjo, 1997).
Cara
dan langkah dalam meningkatkan peran serta masyarakat antara lain sebagai
berikut :
a. Peningkatan
peran serta masyarakat pada umumnya merupakan proses yang berorientasi pada
manusia dan hubungannya dengan manusia lainnya.
b. Penting
di tekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat harus bersifat sebagai
fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan sebagai instruktor terhadap
masyarakat, agar mampu mengembangkan kemandirian masyarakat dan bukan
menimbulkan ketergantungan masyarakat.
Secara garis besar, langkah pengembangan
peran serta masyarakat umum adalah sebagai berikut :
a. Penggalangan
dukungan penentu kebijakan, pemimpin wilayah, lintas sektor, dan berbagai
organisasi kesehatan, yang dilaksanakan melalui dialog, seminar, dan lokakarya
dengan memanfaatkan media massa dan sistem organisasi kesehatan.
b. Persiapan
petugas penyelenggara melalui pelatihan, orientasi, atau sarasehan di bidang
kesehatan.
c. Persiapan
masyarakat melalui serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengenal dan memecahkan masalah kesehatan, dengan menggali dan
menggerakkan swadaya yang dimiliki.
2.3 Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat
2.3.1 Pengembangan
masyarakat
Di
negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang merupakan suatu
lingkaran tak berujung yang menghambat perkembangan komunitas secara
keseluruhan. Sebagai contoh, keadaan sosial ekonomi rendah yang mengakibatkan
ketidakmampuan dan ketidaktahuan. Hal tersebut selanjutnya mengakibatkan
penurunan produktivitas, produktivitas yang rendah selanjutnya mengakibatkan
keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya. Langkah-langkah yang bisa
ditempuh dalam mengembangkan dan meningkatkan dinamika komunitas adalah :
a. Ciptakan
kondisi agar kompetensi setempat dapat dikembangkan dan di manfaatkan
b. Pertinggi
mutu potensi yang ada
c. Pertahankan
kontuinitas program di masyarakat
d. Tingkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Unsur-unsur program
pengembangan masyarakat
a. Program
terencana yang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan menyeluruh (total needs) dari masyarakat yang
bersangkutan.
b. Mendorong
kemandirian atau swadaya masyarakat.
c. Adanya
bantuan teknis dari pemerintah, badan-badan swasta, atau organisai-organisai
sukarela, yang meliputi tenaga, peralatan, bahan, ataupun dana.
d. Mempersatukan
berbagai disiplin ilmu seperti pertanian, peternakan, kesehatan masyarakat,
pendidikan kesejahteraan keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dan lainnya untuk
membantu msayarakat.
Bentuk-bentuk program
pengembangan masyarakat.
Menurut
Mezirow (1997), terdapat tiga jenis program dalam usaha pengembangan
masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Program
integratif, memerlukan pengembangan melalui koordinasi dinas-dinas teknis.
b. Program
adaptif, fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan pada salah satu
kementrian.
c. Program
proyek, dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan program di
sesuaikan khusus kepada daera daerah yang bersngkutan.
Strategi operasional
pengembangan masyarakat
a. Biarkan
masyarakat sendiri yang menentukan masalah, baik yang di hadapi secara
perorangan atau kelompok. Perawat hanya sebagai fasilitator atau memberikan
arahan selama jalannya proses lokakarya.
b. Biarkan
masyarakat sendiri yang membuat analisis untuk selanjutnya menyusun rencana
usaha perbaikan atau solusi yang akan dilakukan.
c. Biarkan
agar masyarakat sendiri yang mengorganisai diri untuk melaksanakan usaha
perbaikan tersebut.
d. Gali
sumber-sumber yang ada dalam masyarakat seoptimal mungkin, minta bantuan dari
luar jika benar-benar memerlukannya.
2.3.2 Pengorganisasian
masyarakat
Tiga
aspek yang ada dalam pengorganisasian masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Proses
Pengorganisasian
masyarakat merupakan proses yang terjadi secara sadar tetapi mungkin pula
merupakan proses yang idak disadari oleh masyarakat.
b. Masyarakat
Bisa
diartikan sebagai suatu kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis,
bisa pula diartikan sebagai suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan
bersama dan berada dalam kelompok yang besar tadi.
c. Berfungsinya
masyarakat (functional community)
· Menarik
orang-orang yang inisiatif dan dapat bekerja.
· Membuat
rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat.
· Melakukan
usaha-usaha atau kampanye untuk mencapai rencana tersebut.
Dalam suatu masyarakat, bagaimanapun
sederhananya, selalu ada suatu mekanisme untuk bereaksi terhada stimulus.
Mekanisme ini disebut mekanisme pemecahan masalah atau proses pemecahan
masalah. Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat bukanlah hal
pekerjaan mudah serta memerlukan strategi pendekatan tertentu. Kenyataan
dimasyarakat menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat trejadi karena alasan
diantaranya sebagai berikut :
1. Tingkat
partisipasi masyarakat karena paksaan.
2. Tingkat
partisipasi masyarakat karena imbalan.
3. Tingkat
partisipasi masyarakat karena identifkasi atau ingin meniru.
4. Tingkat
partisipasi masyarakat karena kesdaran.
5. Tingkat
partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak asasi dan tanggung jawab.
Peran perawat komunitas yang paling
utama adalah mengondisikan partisipasi masyarakat karena kesadaran masyarakat
itu sendiri sehingga diharapkan tercapai tingkat kemandirian yang lebih
bertahan lama.
Perencanaan dan pengorganisasian
masyarakat
Dilihat
dari segi perencanaannya, terdapat dua bentuk pengorganisasian masyarakat,
yaitu sebagi berikut.
1. Bentuk
langsung (direct), langkah-langkahnya adalah:
a. Identifikasi
masalah atau kebutuhan;
b. Perumusan
maslah;
c. Penggunaan
nilai-nilai sosial yang sama dalam mengekspresikan hal-hal tersebut.
2. Bentuk
tidak langsung (indirect)
Disini
harus ada orang-orang yang benar-benar yakin akan adanya kebutuhan atau masalah
yang jika diambil tindakan untuk mengatasinya maka akan timbul manfaat bagi
masyarakat. Hal ini dapat berupa badan perencanaan yang mempunyai dua fungsi,
yaitu:
a. Untuk
menampung apa yang direncakan secara tidak formal oleh para petugas.
b. Mempunyai
efek samping terhadap mereka yang belum termotivasi dalam kegiatan ini.
Pendekatan dalam
pengorganisasian masyarakat
· Spesific
content objective approach
Seseorang
atau badan/lembaga yang telah merasakan adanya kepentingan bagi masyarakat
dapat mengajukan suatu program untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan. Hal ini
bisa dilakukan oleh yayasan, lembaga swadaya masyarakat, atau atas nama
perorangan.
· General
content objective approach
Tujuan
pendekatan ini adalah untuk mengoordinasi berbagai usaha dalam wadah tertentu.
Kegiatan ini dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun organisasi nonpemerintah
(nongoverment organization).
· Process
organization approach
Penggunaannya
berasal dari prakarsa masyarakat, timbul kerjasama dari anggota masyarakat
untuk akhirnya masyarakat sendiri mengembangkan kemampuannnya sesuai dengan
kapasitas mereka dalam melakukan usaha mengatasi masalah. Salah satu contohnya
adalah kelompok kerja kesehatan (pokjakes) yang dibentuk dengan prinsip dari,
oleh, dan untuk masyarakat.
G. R. Murray (2001) membagi peranan
tugas dalam beberapa jenis, antara alain sebagai pembimbing (guide), enabler,
dan ahli (expert), sebagai pembimbing, petugas berperan membantu masyarakat
mencari jalan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan oleh masyarakat
sendiri dengan cara yang efektif. Tetepi pilihan cara dan penentuan tujuan
dilakukan sendiri oleh masyarakat bukan oleh petugas. Sebagai enabler, petugas
berperan memunculkan dan mengarahkan keresahan yang ada dalam masyarakat untuk
diperbaiki. Sebagai ahli, menjadi tugasnya untuk memberikan keterangan dalam
bidang-bidang yang dikuasainya.
Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh perawat ksehatan komunitas dalam pengorganisasian masyarakat
1. Memahami
konsep komunitas dan mampu menerapkan prinsip negosiasi, kemitraan, dan
pemberdayaan di masyarakat.
2. Memahami
konsep proses keperwatan kesehatan komunitas.
3. Mampu
mendekati masyarakat, mendapatkan kepercayaan mereka, mengajaknya untuk kerja
sama, serta membangun rasa saling percaya antara perawatan dan masyarakat.
4. Mengetahui
dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-sumber alam yang ada di masyarakat
dan juga mengetahui dinas-dinas dan tenaga ahli yang dapat dihubungi jika memerlukan
bantuan.
5. Mampu
berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan metode dan teknik khusus
sedemikian rupa sehingga informasi dapat dipindahkan, dimengerti, dan diamalkan
oleh masyarakat.
6. Mempunyai
kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok
tertentu.
7. Mengetahui
kemampuan tentang masyarakat dan keadaan lingkungannya.
8. Mengetahui
pengetahuan dasar mengenai keterampilan (skills) tertentu yang dapat segera
diajarkan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara
menyeluruh.
9. Mengetahui
keterbatasan pengetahuannya sediri.
Tokoh masyarakat dan
katalis dalam pengorganisasian komunitas
· Tokoh
masyarakat dalam pengorganisasian masyarakat
Dalam
masyarakat, biasanya terdapat orang tertentu yang menjadi tempat bertanya dan
meminta nasehat anggota masyarakat lainnya mengenai urusan-urusan tertentu.
Mereka ini sering kali memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu. Pengaruh perubahan yang dimiliki tokoh
masyarakat bisa secara formal (bupati, camat, lurah, BPD, dan lainnya) maupun
nonformal (kyai, ulama, kader, dan lainnya). Pengaruh formal terjadi jika
pengaruh tersebut tumbuh karena ditunjang oleh kekuatan atau birokrasi formal.
Sedangkan, pengaruh nonformal diperoleh bukan karena jabatan resminya tetpai
karena kemampuan dan hubungan antar pribadi mereka dengan anggota masyarakat.
Orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain seperti itu
disebut tokoh masyarakat.
Para tokoh masyarakati ini memainkan
peranan penting dalam proses penyebaran inovasi. Tetapi perlu kita ingat ada
tokoh masyarakat yang aktif dan pasif terhadap inovasi. Mereka dapat
emepercepat difusi dan bisa juga melakukan sebaliknya. Oleh karena itu, perawat
komunitas harus menaruh perhatian khusus pada tokoh masyarakat pada sistem
sosial yang menjadi binaannya. Mengenali dan melibatkan tokoh masyarakat
setempat adalah penting dalam pembangunan kesehatan yang berorientasi pada
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Beberapa teknik untuk
mengetahui atau mengenal serta menentukan siapa yang menjadi pemuka atau tokoh
masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Teknik
sosiometri
Teknik
ini dilkaukan dengan cara menanyakan anggota masyarakat kepada siapa mereka
meminta nasehat atau mencari informasi mengenai masalah-masalah kemasyarakatan
yang mereka hadapi. Pemimpin adalah mereka yang banyak disebut para responden. Teknik
sosiometri ini adalah alat ukur yang paling valid untuk menentukan individu
yang diannggap pemimpin oleh masyarakatnya. Kelemahan teknik ini adalah sulit
dilakukan jika sistem sosial yang digunakan memiliki populasi besar.
b. Teknik
informsi rating
Teknik
ini merupakan teknik fokus dengan menanyakan langsung kepada narasumber di
masyarakat ynag dianggap mengenal dengan baik situasi sistem sosial. Para
narasumber ini ditanya, siapakan menurut pendapatnya yang diannggap pemimpin
dan siapa yang oleh pendapat umum dipandang pemimpin masyarakat. Dalam
menggunakan teknik ini kita harus dapat mengidentifikasi para narasumber yang
betul-betul mengenal masyarakat yang dimaksud.
· Katalis
dalam pengorganisasian masyarakat
Dalam
hal ini, katalis dapat diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang mendorong
adanya perubahan. Katalis dapat mengarahakan adanya dialog yang efektif dalam
komunitas, memfasilitasi tindakan kolektif, dan memecahkan masalah umum yang
terjadi. Enam jenis katalis di antaranya sebagai berikut :
a. Stimulus
internal
Stimulus
dari dalam komunitas dapat terjadi jika masyarakat sadar akan masalah kesehatan
yang ada di wilayahnya. Contohnya, meningkatnya jumlah unggas yang terkena flu
burung di wilayahnya secara otomatis akan menyadarkan komunitas akan pentingnya
dialog untuk memecahkan maslah tersebut.
b. Agen
perubahan
Seorang
perawat komunitas dituntut berperan sebagai agen perubahan (change agent) di dalam
komunitas. Perawat komunitas harus menyadarkan masyarakat akan masalah-maslah
kesehatan yang memerlukan perubahan sosial.
c. Inovasi
Perawat
komunitas juga dituntut untuk selalu berfikir kreatif dan menciptakan pembaharauan-pembaharuan
dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan yang ada dikomunitas.
d. Kebijakan
Kebijakan
yang dibuat pemerintah seharusnya dapat menstimulasi komunitas untuk bertindak,
seperti gerakan massal pemberantasan demam berdarah dengan kewajiban melakukan
3M di rumah masing-masing.
e. Ketersediaan
teknologi
Perkembangan
teknologi terkini khususnya teknologi kesehatan seyogyanya selalu diikuti oleh
perawat komunitas. Hal ini akan memudahkan pekerjaan perawat komunitas ketika
bersinggungan dengan masyarakat. Sebagai contoh, adanya metode kontrrasepsi
nonhormonal akan menstimulasi komunitas untuk mempertimbangkan ulang penggunaan
kontrasepsi hormonal yang lebih beresiko.
f. Media
massa
Media
massa berfungsi untuk mengubah opini publik yang dirancang untuk mengubah perilaku
individu atau kelompok agar dapat mengadopsi hal-hal baru yang dismapaikan oleh
perawat komunitas.
2.4
Model
kemitraan keperawatan komunitas
Pengembangan kesehatan masyarakat di
Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanaya
ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehataan masyarakat dengan
tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi
masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat
salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya. Oleh karena itu, pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki
perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat (termasuk
perawat komunitas) perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar
program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan
komunitas di Indonesia yang banyak digali aadalah kemamapuan perawat komunitas
dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan
bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu
pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program
pembangunan kesehtan masyarakat (Kahan dan Goodstadt, 2001).
Pada bagian lain, Ervin (2002)
menegaskan bahwa perawat kemunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun
dan membina kemintraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa
kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber
daya yang perlu di optimalkan (community as resource), dimana perawat komunitas
harus memiliki keterampilan memahami dan bekerja bersamaan anggota masyarakat
dalam menciptakan perubahan dimasyarakat.
Terdapat lima model kemitraan yang dapat
diaplikasikan. Model kemitran tersebut antara lain kepemimpinan (manageralism)
(Rees, 2005), pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme berorientasi pada
negara (state-oriented radicalism), kewiraushaan (entrepreneurism), dan
membangun gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan
dengan praktik keperawatan komunitas diatas, maka model kemitraan yang sesuai
untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan derajat
kesehtaan masyarakat dalam jangka panjang adalah model kewirausahaan
(entrepreneurialism).
Model kewirausahaan memiliki dua prinsip
utama, yaitu prinsip otonomi (autonomy)- yang kemudian diterjemahkan sebagai
upaya advokasi masyarakat- dan prinsip penentuan nasib sendiri
(self-determination)-yang selanjutnya diterjemahkan sebagai prinsip
kewirausahaan. Model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada
pembangunan model praktik keperwatan komunitas dan model kemitraan dalm
pengorganisasian pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Praktik keperawatan mandiri atau kelompok
hubungannya dengan anggota masyarakat dapat dipandang sebagai institusi yang
memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi dan institusi yang
dapat memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan
dengan asas keadilan sosial dan asas pemerataan bidang kesehatan. Oleh
karenanya, praktik keperwatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan
dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004: Korsching dan Allen, 2004) dan
perkembangan kemasyarakatan tentunya juga akan mempengaruhi bentuk dan konteks
kemitraan yang berpeluang dikembangkan (Robinson, 2005) sesuai dengan slogan National
Council for Voluntary Organization (NCVO) yang berbunyi, “ New Times, New
Challeges” (Batsler dan Randall, 1992).
Pada bagian ini, saat ini mulai terlihat
kecenderungan adanya perubahan pola permintaan pelayanan kesehatan pada
golongan masyarakat tertentu dari pelayanan kesehatan tradisional di rumah
sakit beralih ke pelayanan keperawatan di rumah disebabkan karena terjadinya
peningkatan pembiayaan kesehatan yang cukup besar dibanding sebelumnya (Depkes
RI, 2004a, 2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000). Sedangkan secara filosofis,
saat ini telah terjadi perubahan “paradigma sakit” yang menitikberatkan pada
upaya kuratif kearah “paradigma sehat” yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga situasi
tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik keperwatan
komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di Indonesia.
Model
pengembangan masyarakat
Menurut
Hitchock, Seubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi kesehatan adalah
konsep pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan (patnership). Konsep
pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan
atau dorongan sehingga membentuk interkasi transformatif kepada masyarakat, antara
lain adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan, ide baru, dan kekuatan mandiri
untuk membentuk pengetahuan baru. Sedangkan, kemitraan memiliki definisi
hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan, dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI,
2005).
Partisipasi klien (masyarakat) dikonseptualisasikan
sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki
kontribusi pada peningkatan kesehtan dan kesejahteraan (Mapanga dan Mapanga,
2004 ), pemberdayaan, kemitraan, dan partisipasi memiliki inter-relasi yang
kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjadi suatu kemitraan
dengan masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat,
bukan “bekerja untuk” masyarakat. Oleh karena itu, perawat spesialis komunitas
perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul
partisipasi masyarakat (Yoo dkk, 2004).
Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas
dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan, dan partisipasi
masyarakat (Nies dan McEwan, 2001), namun perawat spesialis komunitas perlu
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait
(Robinson, 2005) misalnya dengan profesi kesehatan lainnya, penyelenggara
pemeliharaan kesehatan, pukesmas, donatur atau sponsor, sektor terkait,
organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.
Model kemitraan keperwatan komunitas
dalam mengembangkan kesehatan masyarakat merupakan suatu paradigma yang
memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep penting, tujuan, dan proses
dalam tindakan pengorganisasian masyarakat yang difokuskan pada upaya
peningkatan kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies McEwan, 2001). Konsep utama
dalam model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai dan
kepercayaan yang dianut, pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan kepemimpinan
yang didasarkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip kewirausahaan, dan advokasi
masyarakat.
Tujuan dari penggunaan model pengembangan
masyarakat adalah (1) agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat
berperan serta aktif dalam setiap tahapan proses keperawatan dan, (2) terjadi
perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) serta timbulnya kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam
upnaya peningkatan, perlindungan, dan pemulihan status kesehatannya di masa
mendatang (Niis dan McEwan, 2001; Green dan Kreuter, 1991).
Menurut Mapanga (2004) tujuan dari proses
keperawatan komunitas adalah
meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional klien (komunitas)
melalui pengembangn kognisi dan kemampuan merata dirinya sendiri. Pengembangan
kognisi dan kemampuan masyarakat difokuskan pada daya guna aktivitas kehidupan,
pencapaian tujuan, perawatan mandiri dan adaptasi masyarakat terhadap
permasalahan kesehatan sehingga akan berdampak pada peningkatan partisipasi
aktif masyarakat.
Perawat komunitas perlu membangun
dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran
aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
implementasi upaya kesehatan masyarakat. Anderson dan McFarlane (2000) dalam
hal ini mengembangakan model keperwatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai
mitra (Community as patner). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua
prinsip pendekatan utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian
masyarakat pada puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku
utama pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
a) Tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
Tujuan
pengorganisasian masyarakat adalah mewujudkan suatu perubahan sosial yang
transformatif dengan berangkat dari apa yang dimiliki oleh masyarakat yang
bersangkutan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi sumber daya dan
infrastruktur yang ada serta menyusun sasaran agar penyelesaian masalah atau
pencapaian tujuan bisa dicapai.
Sasaran
peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah sebagai
berikut.
1.
Individu yang
berpengaruh atau tokoh masyarakat, baik formal maupun nonformal.
2.
Keluarga.
3.
Kelompok masyarakat
dengan kebutuhan khusus kesehatan seperti anak sekolah, ibu hamil, lansia, dan
lain-lain.
4.
Organisasi masyarakat
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan seperti organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan
sebagainya.
5.
Masyarakat umum di desa
(kelurahan), kota, dan pemukiman khusus.
b)
Pengembangan dan pengorganisasian komunitas
Pengembangan komunitas
adalah suatu usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat
agar dapat menggunakan semua potensi yang dimilki untuk mencapai kesejahteraan
yang lebih baik. Dalam pengembangan kesehatan masyarakat, perawat komunitas
mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan
kemudian mengembangkan, mendekatkan, dan mengevalusai tujuan-tujuan pembangunan
kesehatan melalui kemitraan dengan profesi lain yang terkait (Nies dan McEwan,
2001: CHNAC, 2003;Diem dan Moyer, 2004; Falk-Rafael dkk., 1999).
Langkah-langkah yang
dapat digunakan dalam pengembangan komunitas antara lain sebagai berikut :
1. Ciptakan
kondisi agar masyarakat dapat mengenal dan memanfaatkan potensi yang ada.
2. Tingkatkan
mutu potensi yang ada.
3. Pertahankan
dan tingkatkan kegiatan-kegiatan yang sudah ada.
4. Tingkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada.
c) Pengembangan
dan pengorganisasian masyarakat
Langkah-langkah yang
bisa ditempuh dalam mengembangkan dan meningkatkan dinamika komunitas adalah :
a. Ciptakan
kondisi agar kompetensi setempat dapat dikembangkan dan di manfaatkan
b. Pertinggi
mutu potensi yang ada
c. Pertahankan
kontuinitas program di masyarakat
d. Tingkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Tiga
aspek yang ada dalam pengorganisasian masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Proses
b. Masyarakat
c. Berfungsinya
masyarakat (functional community)
d) Model
kemitraan keperawatan komunitas
Terdapat lima model
kemitraan yang dapat diaplikasikan. Model kemitran tersebut antara lain
kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005), pluralisme baru (new-pluralism),
radikalisme berorientasi pada negara (state-oriented radicalism), kewiraushaan
(entrepreneurism), dan membangun gerakan (movement-building) (Batsler dan
Randall, 1992). Berkaitan dengan praktik keperawatan komunitas diatas, maka
model kemitraan yang sesuai untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya
pengembangan derajat kesehtaan masyarakat dalam jangka panjang adalah model
kewirausahaan (entrepreneurialism).
3.2 Saran
a. Bagi
perawat
penting bagi
perawat komunitas dalam menerapkan model kemitraan kepererawatan
komunitas dalam pengambilan tindakan prioritas sesuai dengan masalah yang ada
di masyarakat. Pemahaman mengenai tujuan, sasaran, penorganisasian dan
pengembangan masyarakat sangat membanntu dalam proses asuhan keperawatan,
mengingat peran dan fungsi perawat komunitas dalam suatu masyarakat sangat
kompleks.
b. Bagi
mahasiswa keperawatan
Sebagai mahasiswa keperawatan yang nantinya akan terjun
di masyarakat khusunya sebagai perawat komunitas, perlu adanya pemahaman
mendalam mengenai pengorganisasian dan model kemitraan dalam komunitas, konsep
dasar tersebut sebagai landasan dan acuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
komunitas
DAFTAR
PUSTAKA
Ferry
Efendy dan Makhfudli. 2009. Keperawatan
Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Anderson,
Elizabeth T dan Judith McFarlance. 2007. Buku
Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik. Ed. 3. Jakarta: EGC